Jumat, Desember 09, 2011

Shalawat Sebagai Pembuka Hijab

Shalawat Nabi, menjadi salah satu tawashul bagi perjalanan ruhani. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membumbung ke alam Samawat (alam ruhani), ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul) peran Shalawat menjadi penting sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna (Sesungguhnya pada diri Rasul itu terdapat Suri Tauladan).

Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap ‘detak huruf’ dalam Shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.

Untuk menuai mutiara dan kedalaman rahasia shalawat silahkan dengan bacaan shalawat yang dikuasai. Yang lebih utama ialalah hadirnya hati dan tafakur qolbi mensifati keagungan Allah SWT dan Kebesaran Nabi Muhammad SAW. Mentartilkan bacaannya dan tidak tergesa-gesa. Beliau adalah al-Musthafa sebagai “Orang yang terpilih” diantara semua makhluk, sehingga keutamaan Nabi Muhammad SAW melebihi malaikat dan alam semesta di sisi Allah.

Raihlah ridlo-Nya dengan keutamaan Shalawat, jika tirai hijab dan kasyaf telah sedikit tersingkap maka percikan ilmu Allah yang akan mencarimu, menetesi ruang ruang di qolbumu sampai yg terdalam, disana akan tersingkap semua rahasia ilmu yg kau cari.

Syeikh Abdul Qadir al-Jilani,

“Cermin hati kamu itu telah ditakdirkan untuk memancarkan cahaya rahasia-rahasia Ilahi”

Ketika hijab kegelapan telah tersingkap, maka cahaya ketuhanan (anwarul Ilahiyah) akan menerobos serta menerangi hati. Dan nyatalah rahasia-rahasia ketuhanan melalui penglihatan mata hati (bashiratul qalb).

Caranya dengan menyingkirkan segala prasangka dari dalam hati dan pikiran, dengan cara syuhud. Yakni memandang ke-esa-an wujud Allah melalui basyiratul qalbi (mata hati).

Pengertian syuhud sebagai Basyiratul qalbi (pandangan mata hati) seperti kaidah yang tertera dalam kitab Addurun Nafis:

‘SYUHUUDUL KATSIRAH FILWAHDAH, SYUHUUDUL WAHDAH FILKATSIRAH’
“Pandang yang banyak pada yang satu dan pandang yang satu pada yang banyak”. Sampai menemukan keyakinan dan pandangan yang benar, andai diungkapkan dalam bentuk kata-kata, maka lahirlah: Aku tidak melihat sesuatu, melainkan aku melihat Allah padanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sertanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sebelumnya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah Sesudahnya.

Itulah kunci-kunci penyibak hijab.

Kunci-kunci tersebut harus dipraktekkan dengan landasan pemahaman tentang tauhidul af’al, tauhidul asma, tauhidus sifat dan tauhidu dzat (esa perbuatan, nama, sifat dan zat Allah). Inilah yang menjadi tonggak keyakinan, untuk memandang setiap kejadian di alam semesta pada hakikatnya perbuatan Allah, setiap nama hakikatnya nama Allah, setiap sifat hakikatnya sifat Allah dan setiap zat hakikatnya adalah zat Allah.

Al-Junayd r.a. berkata, “Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Allah adalah mengikuti al-Mushthafa SAW”. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat yang berbunyi “..Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat Uswatun Hasanah atau Contoh yang baik..”

Akhirnya Semoga Allah memudahkan kita semua dalam meneladani Rasulullah SAW dalam kehidupan kita ini… Amin.

SHALAWAT bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.


Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah Swt. berarti memberi rahmat kepada makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah Swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya.

Shalawat Nabi, merupakan syari’at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari’at karena Allah SWT, memerintah kan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon kan Shalawat dan Salam kepada Nabi. Dalam Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi.
Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya.” (QS. 33: 56)

Suatu hari Rasulullah SAW, datang dengan wajah tampak berseri-seri, dan bersabda: “Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, “Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya.” Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya.” (HR.an-Nasa’i)

Sabda Rasulullah SAW: “Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak.” (HR. Ibnu Majah dan Thabrani).Sabda Nabi SAW, “Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya.” (HR. at-Tirmidzi)

Pada hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan Hakim, Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa membaca shalawat untukku sekali, maka Allah membalas shalawat untuknya sepuluh kali dan menanggalkan sepuluh kesalahan darinya dan meninggikannya sepuluh derajat . Yang berkaitan dengan urusan kekuatan batin, terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Najjar dan Jabir, Barangsiapa bershalawat kepadaku dalam satu hari seratus kali, maka Allah SWT memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh daripadanya untuk kepentingan akhiratnya dan tiga puluh lagi untuk kepentingan dunianya .

Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui “titik pusat gravitasi” ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve.

Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW. Shalawat Nabi mengandung syafa’at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku.” Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.

Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalam Jiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya. Wallahu A’lam.

sumber : http://the-dark-knights.blogspot.com

Tidak ada komentar: