Selasa, Maret 29, 2016

Spetsnaz Rusia: Afghanistan, 1980-an

Gambar ilustrasi diatas dibuat untuk memperingati 30 tahun invansi Soviet atas Afghanistan (1979-2009)
gambar tersebut menggambarkan situasi di Afghanistan ketika pendudukan Soviet berlangsung
LATAR BELAKANG
Pada April 1978 Mohammad Daoud, Presiden Afghanistan terbunuh dalam kudeta berdarah. Ia mencoba menjaga Afghanistan tetap netral di antara blok kekuatan AS dan Soviet sambil mencari bantuan dari keduanya. Presiden yang baru, Mohammad Taraki, sangat pro Soviet. Ia mencoba reformasi ala Soviet dalam masyarakat Afghanistan yang tradisional. Hal ini menimbulkan pemberontakan di seluruh populasi muslim. Situasinya bertambah pelik oleh kebijakan anti-Islam Perdana Menteri Hafizullah Amin (mulai Maret 1979). Mendengar bahwa Soviet ingin menyingkirkannya, ia pun membunuh Taraki di istananya (14 September 1979). Amin lalu mengangkat dirinya sebagai Presiden. Dengan kelompok-kelompok pemberontak menguasai sebagian besar Afghanistan, dan takut bahwa rezim Afghan akan meletuskan revolusi di negara-negara Islam satelitnya. Pasukan Soviet mulai turun tangan melakukan invansi untuk rencana pendudukan 10 tahun kedepan.
Spetsnaz memainkan peranan kunci dalam invansi dan pendudukan Uni Soviet atas Afghanistan antara tahun 1979 dan 1989. Walaupun 10 tahun perlawanan gerilya Afghanistan akhirnya memaksa penarikan mundur Soviet, namun Operasi Spetsnaz merupakan elemen tersukses dari upaya militer Soviet.

Keterlibatan Spetsnaz di Afghanistan dimulai dengan penggelaran pasukan pada 10 Desember 1979 ke Bagram, kota penting dan strategis di dekat sisi utara Ibukota Afghan, Kabul. Para prajurit khusus ini, dan juga prajurit dari Soviet 105th Guardis Airbone Division, merebut Bagram dalam dua minggu, sambil tetap bergerak ke selatan untuk merebut dan menduduki Bandara Internasional Kabul pada 24 Desember.

Tanggal itu menandai awal invansi Soviet. Pasukan khusus Spetsnaz melakukan serbuan kilat atas instalasi-instalasi kunci, seperti pangkalan udara strategis di Shind dan Kandahar, sebagai pendahulu pasukan invansi darat utama Soviet. Kekejaman-kekejaman Spetsnaz ditunjukkan pada 25 Desember melalui aksi pembunuhan Presiden Afghan Hafizullah Amin. Ia dieksekusi bersama dengan anggota keluarga dan para stafnya.

PERANG GERILYA
 Tank-tank Soviet menduduki Afghanistan - 1980
Pada pertengahan Januari 1980, Soviet telah mengambil alih Afghanistan. Namun perang gerilya tetap berkecamuk, dikobarkan oleh semangat juang rakyat Afghan dan faksi-faksi pendukung Mujahidin pro-Isam. Faksi-faksi ini memilih menghantam iring-iringan dan pangkalan Soviet melalui penjebakan, lalu menghilang ke pengunungan Afghan sebelum Pasukan Soviet dapat membalas serangan. Seperti yang dialami AS dalam Perang Vietnam (1965-1975), angka kematian dari aksi penjebakan semacam ini memang kecil, namun bila diakumulasikan keseluruhannya maka jumlahnya menjadi signifikan. Taktik militer konvensional Soviet gagal dalam menghadapi serangan para gerilyawan Afghan. Pada 1983, Pasukan Spetsnaz ditugaskan mengembangkan cara peperangan yang lebih efektif. 
Para pejuang Afghan, yang terlihat sedang menyiapkan
rencana penjebakan terhadap konvoi kendaraan Soviet
STRATEGI PERTEMPURAN SOVIET
Peran utama Spetsnaz adalah menghancurkan markas dan pertahanan Mujahidin di pegunungan, mengganggu konvoi perbekalan dan melaksanakan misi pengintaian.
 
Peran pertama memerlukan keahlian panjat gunung, sesuatu yang pada awalnya tidak ada dalam program pendidikan Spetsnaz karena mereka memang dikhususkan untuk melaksanakan perang di medan Eropa yang datar. Kemudian Spetsnaz pun mulai ahli dalam kemampuan panjat gunung. Heli akan melakukan beberapa pendaratan 3-5 km (2-3 mil) dari target, namun hanya menurunkan prajurit di salah satu pendaratan untuk membingungkan musuh.

Unit Spetsnaz lalu bergerak maju dibawah lindungan kegelapan untuk membasmi seluruh desa. Heli bersenjata dipersiapkan untuk membantu dukungan udara. Namun korban jiwa di pihak Soviet pun besar. Penyiksaan, mutilasi, dan eksekusi menunggu mereka yang tertangkap hidup-hidup oleh para pejuang Afghan.
 
Serangan ke iring-iringan perbekalan gerilyawan yang menggunakan heli, jebakan, dan pemasangan ranjau, atau bahkan ketiganya sekaligus. Penjebakan sangat berbahaya, terutama karena ancaman ledakan besar yang dihasilkan bahan peledak gerilyawan saat terkena tembakan Soviet. Hanya para prajurit Spetsnaz dengan keahlian panjat gunung sempurna yang mampu melaksanakan pengintaian rahasia. Prajurit mendirikan pos-pos pengamatan tersembunyi di pegunungan. Dari sana mereka mengirim pesan berkode ke markas untuk mengatur jebakan, serangan udara, atau operasi pemasangan ranjau.
 Tank-tank Soviet yang bergerak di sekitar wilayah Pegunungan Afghanistan,
Saat perang berkecamuk, Spetsnaz seringkali digunakan sebagai unit pendahulu dalam manuver infanteri berskala besar. Pada akhir era 1980-an, ketersediaan rudal darat-ke-udara Stinger bagi para pejuang Mujahidin membuat penggelaran Heli semakin berbahaya.

Dan pada 1989 unit Pasukan khusus Spetsnaz bertempur dalam perang yang tidak berpihak pada mereka, yaitu melawan musuh yang sangat termotivasi di Afghanistan. Pada masa itu juga Soviet menarik mundur pasukannya dari perangnya yang tidak populer.

Kiprah Navy SEAL di Vietnam


Team SEAL Two di Vietnam



Perang Vietnam yang mulai memanas sejak 1960 menjadi ajang tempur kedua bagi US Navy SEAL setelah sebelumnya beroperasi di kawasan Kuba. Personel SEAL yang bertugas di Vietnam sebagian besar merupakan Underwater Demolition Team (UDT) dan terbagi ke dalam dua grup, SEAL Team One dan SEAL Team Two.

Tugas tim ini mula-mula melakukan survei terhadap posisi Pasukan Vietnam Utara yang saat itu sudah mulai melancarkan serangan gerilya ke wilayah Vietnam Selatan. Tim SEAL kemudian menyimpulkan bahwa tugas-tugas yang akan mereka lakukan nantinya amat berat. Sebab selain bertempur di darat mereka juga harus beraksi di laut, sungai, dan hutan tropis yang panas. Masukan itu kemudian dijawab SEAL dengan menyelenggarakan latihan perang anti-Gerilya, rawa laut, dan perang hutan di kawasan California dan Panama.
 
Awal 1963, bersama 12.000 personel militer AS lainnya, tim SEAL yang telah dilatih beragam kemampuan tiba di Vietnam. Dibawah kontrol dan komando CIA, SOG, personel SEAL lalu dibagi ke dalam beberapa unit yang masing-masing unit memiliki tugas tersendiri. Tim yang terbentuk antara lain OPS-31, OPS-32, OPS-33, dan OPS-35.

Unit 31 bertugas melaksanakan operasi tempur laut dan sekaligus berfungsi sebagai tim logistik. Unit 32 khusus melaksanakan operasi udara seperti heliborne, penyusupan di garis belakang musuh, terjun HALO/HAHO dan lainnya. Sementara OPS 34 bertugas sebagai satuan intelijen dan sabotase di kawasan Vietnam Utara. Sasaran sabotase antara lain pangkalan AL, Kapal-kapal perang, fasilitas pelabuhan, jembatan, rel kereta api, dan sarana vital militer lainnya. Sedangkan unit 35 berperan sebagai penyapu, beroperasi di dalam lingkup yang lebih luas baik di kawasan Vietnam Utara, Laos, maupun Kamboja.
 
Operasi tempur pertama tim SEAL digelar Februari 1965, diberi kode Operation Flaming Dart. Dalam operasi ini unit-unit SEAL diterjunkan bersama ribuan pasukan marinir yang saat itu sedang melancarkan operasi pendaratan amfibi di pantai Danang. Sebelum pendaratan dimulai UDT SEAL yang telah disusupkan ke pantai berhasil menghancurkan penghalang berupa ranjau dan peledak lainnya sehingga pendaratan amfibi bisa berlangsung aman. Pola pendaratan dengan mengirimkan SEAL di awal operasi kemudian menjadi tugas rutin mereka.

Selama setahun melancarkan operasi senyap, unit SEAL ternyata belum menghadapi hadangan musuh mengingat kehadiran mereka yang jarang diketahui. Baru pada Februari 1966, tim SEAL yang bertugas bersama tim intai marinir, Marine Recon, diketahui terlibat baku tembak dengan gerilyawan Vietcong di kawasan Rung Sat Special Zone.
 
Kala itu tiga perwira dan 15 operator SEAL mendapatkan tugas menghancurkan pertahanan dan depot logistik Vietcong yang berada di pinggiran pantai Tung Sat. lewat operasi bersandi Jackstay, tim SEAL didukung Marine Recon dan UDT sukses menghancurkan depot logistik dan air bersih Vietcong. Dalam kontak tembak yang berlangsung cukup sengit, tim SEAL bahkan berhasil menembak mati 4 gerilyawan Vietcong.
 
Bagi tim SEAL yang beroperasi secara senyap, aksi tembak-menembak sebenarnya bukan porsi mereka. Karena tugas utama mereka adalah infiltrasi dan sabotase. Tembakan dari lawan berarti merupakan sebuah kelemahan operasi sebab penyusupan mereka menjadi terbongkar. Belakangan setelah dievaluasi, operasi Jackstay ternyata memiliki kelemahan dalam hal dukungan intelijen.



 
Hingga akhir 1966, tim SEAL terus melancarkan operasi kendati kehadiran mereka tampak tak begitu berpengaruh mengingat di Vietnam sudah ada 385.000 Tentara AS. Sesuai perkembangan dan tantangannya, kemampuan dan persenjataan SEAL pun terus ditingkatkan. Naval High Command selaku pusat komando operasi SEAL lalu menurunkan perlengkapan baru yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pelindung udara, yakni heli tempur dari skuadron Seawolf.
 
Memasuki tahun 1967 tentara AS dan personel SEAL yang bertugas juga ditambah. Jumlah total tentara mencapai 400.000 personel sementara SEAL Team One dan Team Two diperluasa dengan terlibat dalam operasi tempur Angkatan Laut, Marinir, dan Angkatan Darat. Namun sasaran utama Navy SEAL adalah posisi pasukan Vietcong yang berada di Rung Sat.

Untuk operasi yang akan dilaksanakan SEAL Team One, personel yang dikerahkan merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman dalam operasi tempur sebelumnya. Operasi intelijen nya pun lebih lengkap dan menggunakan pemotretan udara sehingga sasaran yang akan dihancurkan bisa dipastikan lebih akurata. Operasi dengan tujuan menghancurkan logistik dan pangkalan Vietcong sekali lagi menuai sukses. Namun dalam aksi baku tembak yang kemudian terjadi, satu anggota SEAL tewas dan tiga lainnya terluka. Vietcong kemudian mengerahkan kapal-kapal perang mereka untuk menyerang posisi Pasukan AS di Saigon.
 
Namun upaya serangan balasan Vietcong tersebut gagal karena puluhan kapal beserta dermaga mereka berhasil dihancurkan oleh peledak yang dipasang tim SEAL. Penyergapan terhadap patroli Vietcong sukses dilakukan sehingga pemimpin tertinggi AL AS di Vietnam, Jenderal Westmoreland dan Laksamana Sharp mengunjungi markas Navy SEAL di Nha Be, Golf Detachment, untuk memberikan penghargaan khusus. Setelah itu tim SEAL semakin dipercaya dalam melancarkan operasi tempur secara mandiri tanpa dukungan pasukan lainnya.

Sebagai unit yang beroperasi secara mandiri, tim-tim SEAL kini justru menjadi unit pendukung bagi operasi tempur bagi satuan lainnya. SEAL lalu menggalang kerjasama dengan unit khusus lainnya seperti SAS Australia dan Selandia Baru. Tak hanya itu, SEAL bahkan diijinkan merekrut personel militer Vietnam Selatan untuk di didik melaksanakan taktik perang komando dan kemampuan SEAL lainnya. Kekuatan SEAL di markas Golf Detachment lalu dibagi ke dalam enam peleton. Masing-masing peleton terdiri dari kekuatan gabungan yang dalam operasi tempurnya dapat bergerak secara mandiri.

Kekuatan gabungan SEAL, personel Vietnam Selatan, dan SAS mulai melancarkan operasi perdana mereka. Sasaran serbuan adalah pangkalan kapal Vietcong yang berada di kawasan Phung Xinh. Operasi yang dilancarkan pada Januari 1968 itu berlangsung sukses. Serbuan awal diawali dengan menghancurkan bunker Vietcong yang dilakukan diam-diam yang langsung melumpuhkan kekuatan lawan. Enam kapal Vietcong berhasil dihancurkan dan lusinan tentara lawan ditembak mati. Tak hanya itu, tim gabungan SEAL juga berhasil menyita ratusan senjata dan amunisi serta bahan peledak lainnya.

Awal 1968 ketika gerilya Vietcong dan Pasukan Vietnam Utara mulai melancarkan serbuan besara-besaran ke kawasan strategis Vietnam Selatan, Pasukan AS beserta SEAL juga berusaha keras menahan gempuran yang dilakukan sekitar 100.000 tentara musuh. Satu peleton SEAL dari Team Two yang bermarkas di dekat perbatasan Kamboja, Chau Doc bahkan harus menghadapi sekitar 4.000 tentara Vietcong yang terus bergerak maju. Melalui taktik perang yang mengutamakan sabotase dan serbuan, SEAL Team Two justru memanfaatkan kamp-kamp tentara Vietcong sebagai sasaran utama. Puluhan kamp Vietcong berhasil dihancurkan SEAL Team Two. Dalam operasi penghadangan yang dilancarkan terhadap unit-unit patroli Vietcong, sergapan SEAL Team Two juga sukses.

Serangan paling berhasil yang dilakukan personel gabungan SEAL Team One dan Two berlangsung 29 Maret 1968. Pasukan gabungan ini mendapat tugas menghancurkan sebuah desa, Ho Chanh, yang menjadi markas Vietcong sekaligus pabrik granat, gudang senjata, serta depot senjata berat lainnya. Setelah melumpuhkan para penjaga lewat operasi senyap, tim gabungan SEAL berhasil menguasai Ho Chanh beserta isinya.
 
Gudang senjata dan pabrik granat yang tak mungkin dapat diamankan lalu dihancurkan oleh UDT-12. Selama setahun melancarkan operasi senyap, baik SEAL Team One dan Two tetap mengalami kerugian. Sembilan anggota SEAL Team One gugur sedangkan Team Two kehilangan enam personel terbaiknya.
 
Awal 1969 perang Vietnam mulai mendingin ketika di Paris, Perancis, digelar perundingan damai dengan target gencatan senjata. Namun efek dari perundingan damai itu tak berpengaruh bagi tim SEAL maupun UDT. Mereka tetap melancarkan operasi intelijen, melatih personel Vietnam Selatan, serta menyusup ke pantai-pantai yang akan dijadikan ajang pendaratan amfibi. Tim SEAL bahkan merencanakan sebuah operasi khusus untuk memotong jalur logistik Vietcong melalui laut. Operasi yang bertujuan menghancurkan jaringan politik dan infrastruktur Vietcong juga digelar. Salah satunya adalah menargetkan menangkap para pemimpin partai Komunis Vietnam Utara.


Pada 14 Maret, sebuah misi khusus di bawah pimpinan Letnan Joseph Kerrey kembali digelar. Kekuatan tim SEAL terdiri dari enam personel dan lima personel Vietnam Selatan. Misinya seperti biasa, menghancurkan sebuah pangkalan militer Vietcong dan menguasai dokumen penting. Operasi akhirnya berhasil. Namun sewaktu sedang melakukan pendaratan di sebuah pulau kecil, tim Letnan Joseph tiba-tiba dihujani tembakan Vietcong. Letnan Joseph sendiri terluka parah dan beberapa anak buahnya tewas. Dengan susah payah Letnan Joseph berhasil memimpin anak buahnya kembali ke markas. Berkat perjuangan gigihnya, Letnan Joseph mendapat penghargaan Congressional Medal of Honor dan menjadi personel SEAL pertama yang mampu meraih penghargaan elite tersebut. Pasca Perang Vietnam, Letnan Joseph meneruskan karir politiknya dan terpilih menjadi Gubernur Nebraska.

Memasuki tahun 1970 Perang Vietnam makin menunjukkan fakta bahwa kekuatan Vietnam Utara semakin tidak terbendung. Kondisi ini diperparah oleh keputusan Presiden AS Richard Nixon untuk memulangkan 25.000 tentaranya dari Vietnam pada pertengahan tahun 1969. Untuk membendung kekuatan Vietcong, SEAL di Vietnam dimekarkan menjadi 4 detasemen. Yaitu Golf, Bravo, Echo, dan Sierra. Tugas Detasemen Bravo adalah memelihara koordinasi dengan atase militer di Vietnam dan terus melaksanakan program Provincial Reconaissance Unit.

Akhir tahun 1971, Presiden Nixon memutuskan bahwa pasukan AS yang berada di Vietnam hanya sebatas untuk bertahan. Keputusan tersebut juga berimbas kepada Navy SEAL. Memasuki tahun 1972 hampir semua unit SEAL ditarik ke AS, hanya satu peleton yang ditinggal di Okinawa. Peleton SEAL Team One itu disiagakan sewaktu-waktu untuk melancarkan operasi pembebasan tawanan. Tahun 1973, gempuran besar-besaran Vietcong akhirnya berhasil menghancurkan kekuatan Vietnam Selatan dan seluruh Vietnam jatuh ke tangan komunis.
 
Selama Perang Vietnam, Navy SEAL telah melancarkan 4.000 operasi tempur. Operasi yang cukup populer adalah pembebasan tawanan perang dan dilancarkan sebanyak 20 misi. Operasi yang sangat beresiko ini berhasil membebaskan 252 tawanan. Dari saemua misi itu SEAL telah kehilangan 48 anggota tapi tak ada satupun yang berstatus missing in action. Sedangkan gerilyawan Vietcong yang berhasil tertembak mati berjumlah 580 orang. Tidak termasuk pemboman yang dilakukan AU AS.
 
sumber : http://military18.blogspot.co.id/search/label/Pasukan Khusus (Special Forces)

Urgent Fury (US Navy SEAL)

URGENT FURY


Krisis Grenada makin memanas setelah dipicu pembunuhan Perdana Menteri Maurice Bishop oleh kelompok pemberontak People Revolution Army (PRA) pada oktober 1983. akibatnya nyawa ribuan warga AS ikut terancam. Pemerintah AS segera mengirimkan kekuatan militer ke negara yang mulai dikuasai komunis. Sejumlah satuan khusus seperti Ranger, Delta Force, dan Navy SEAL diterjunkan.
 
Seperti biasa SEAL mendapat tugas melancarkan pengintaian kawasan pantai, sabotase pangkalan militer, demolisi, dan tugas yang sebenarnya bukan porsi SEAL, yakni mengevakuasi pejabat penting. Sesuai rencana, SEAL akan disusupkan melalui udara dan laut.
 
Operasi awal SEAL dimulai pada 25 oktober dengan target menyusup ke kawasan Bandara Point Salines dan memandu pasukan Ranger yang nantinya akan menyerbu. Untuk menyusupkan SEAL, rencananya sejumlah personel dari Team SEAL 6 akan diterjunkan dari C-130 Hercules ke laut dan setelah itu bergerak menyusup menuju daratan. Pada hari H di tengah kegelapan malam pesawat C-130 terbang pada ketinggian 500 kaki dan tak lama kemudian SEAL melompat keluar.

Meski telah menjalani latihan khusus, penerjuan pada malam hari dan mendarat di laut yang bergelombang ternyata memberi masalah bagi SEAL. Akibat banyak perangkat tempur yang harus dibawa, empat personel SEAL justru terjerat parasut dan hilang tenggelam. Musibah tak terduga itu menyebabkan misi dibatalkan dan SEAL yang selamat diperintahkan berenang menuju kapal penjemput untuk selanjutnya diangkut ke AS.
 
Hari berikutnya SEAL, dengan misi yang sama, diterjunkan lagi ke pinggiran pantai dari heli Black Hawk. Namun, sewaktu berada di lautan lagi-lagi masalah datang. Sebagian besar peralatan ternyata hilang dan kawasan pantai ternyata dipenuhi kapal patroli musuh. Untuk menghindari korban jatuh lagi, SEAL diperintahkan menuju kapal penjemput dan segera meninggalkan lokasi sasaran. Namun tak ada kata menyerah bagi SEAL.
 
Hari berikutnya SEAL yang kali ini bergerak pada pagi hari kembali diterjunkan dan berhasil ke daratan. Sasaran utama adalah menghancurkan pemancar radio yang digunakan PRA untuk melancarkan perang urat syaraf. Suara ledakan bom yang menghancurkan transmisi membuat PRA tahu mereka sedang diserang. Tembakan gencar dari PRA pun menyalak termasuk tembakan senapan mesin dari ranpur BTR-60. Tim SEAL yang tugasnya memang bukan bertempur secara frontal, segera bergegas ke pantai dan kemudian berenang menuju kapal penjemput.
 
Sementara itu SEAL Team 4 ditugaskan untuk menyusup ke pantai Grenada dan mendeteksi kondisi pantai apakah cocok untuk pendaratan amfibi atau tidak. Mereka berhasil mendarat tanpa kesulitan. Di sepanjang garis pantai, Team 4 berhasil mengetahui bahwa pertahanan pantai PRA justru sudah ditarik mundur secara tergesa dan dipindahkan ke pusat kota. SEAL menilai, pantai Grenada tidak cocok untuk pendaratan amfibi. Mereka pun mengirimkan sinyal, sebaiknya marinir dan Ranger diterjunkan lewat udara. Operasi lintas udara Ranger dan US Marine kemudian menjadi penerjunan yang spektakuler mengingat PRA telah menyiapkan meriam penangkis serangan udara (PSU).
 
Sementara itu SEAL yang bertugas mengevakuasi Gubernur Jenderal Grenada, Sir Paul Scoon dan keluarganya setelah meluncur dari helikopter berhasil mencapai sasaran. Tim segera membangun perimeter sekaligus persiapan evakuasi.
 
Sesuai rencana, gubernur dan keluarganya dievakuasi dengan heli Black Hawk jika keadaan benar-benar telah aman. Tapi ketika SEAL sedang sibuk melaksanakan persiapan, pasukan pemberontak PRA tiba-tiba datang dan langsung membentuk formasi pengepungan. Rupanya kehadiran Black Hawk yang baru saja menurunkan tim SEAL telah menarik perhatian PRA. Dari cara nya menggelar pengepungan, PRA rupanya telah merencanakan operasi penyergapan itu. Apalagi mereka dilengkapi ranpur BTR-60PB yang peluru kanon nya sanggup menembus tembok gedung.

Melihat kehadiran pemberontak, SEAL segera bersiap. Komandan regu Letnan Mike Walsh memerintahkan penembak jitu SEAL untuk membidik setiap personel PRA yang mencoba masuk. Tembak menembak sengit pun berlangsung. Berkat tembakan jitu sniper SEAL, 21 pemberontak PRA tewas. Untuk sementara pasukan penyerang memilih untuk mundur.
 
Letnan Walsh menarik nafas lega karena perimeternya berhasil menahan gempuran pemberontak kendati hanya untuk sementara. Untuk pertempuran panjang, mereka jelas tak siap. Selain karena persediaan amunisi, mereka juga bukan tim yang dipersiapkan untuk pertempuran panjang.
 
Dalam posisi terjebak dan persediaan peluru semakin menipis, Letnan Walsh berusaha meminta bantuan. Karena ada masalah komunikasi, Letnan Walsh baru bisa kontak setelah menghubungi markas operasi SEAL di AS. Bantuan yang diharapkan adalah gempuran meriam C-130 Spectre dan kehadiran pasukan tambahan marinir.

Malam harinya, tembakan gencar datang lagi dari PRA dan kali ini kanon BTR mulai menyalak. Dinding bangunan yang dihantam peluru kanon langsung jebol. Untuk memberi kesan bahwa SEAL masih punya amunisi, Letnan Walsh memerintahkan hanya menembakkan peluru sesekali tapi dengan jarak yang teratur.
 
Dalam kondisi kritis tiba-tiba terdengar raungan mesin C-130 Spectre disusul dentuman-dentuman ledakan dahsyat. Tembakan yang dilakukan pada malam hari itu sebenarnya sulit untuk tepat sasaran. Namun tak berapa lama kemudian pasukan PRA dan BTR memilih mundur.

Menjelang pagi keadaan bertambah kondusif ketika pasukan marinir tiba. Perimeter pengamanan evakuasi segera dibentuk dan operasi evakuasi gubernur dan keluarganya lewat udara pun sukses. Dalam perjalanan kembali ke markas, SEAL mendapat berita buruk. Upaya pengiriman bantuan pasukan marinir ternyata memakan korban. Dua Black Hawk ditembak jatuh oleh PRA dan mengakibatkan tiga anggota marinir dan satu personel SEAL gugur.
 

sumber :  http://military18.blogspot.co.id/search/label/Pasukan Khusus (Special Forces)

Operasi Penyelamatan Sandera - SAS Inggris – Penyanderaan Kedubes Iran di London, 1980




SAS INGGRIS
            Rasanya tidak perlu diungkit lagi, anda pastinya tahu Pasukan elite British SAS (Special Air Service), mereka adalah salah satu pasukan terbaik yang dimiliki Angkatan Bersenjata Inggris. Mereka adalah Pasukan khusus yang pada awalnya dibentuk untuk mengantisipasi ancaman terorisme yang semakin meningkat di era tahun 80an. Mereka juga merupakan prajurit dengan multi-keahlian dan tentunya diperlengkapi persenjataan khas pasukan elite. Keahlian mereka diantaranya adalah kontra-terorisme dan, pembebasan sandera.
 
LATAR BELAKANG
            Pembantaian 11 atlet Israel pada Olimpiade Munich 1972 yang dilakukan kelompok teroris  Black September Palestina, membuat gerah sejumlah negara, termasuk jerman dan Inggris. Dan aksi yang dilakukan Black September merupakan titik balik dalam sejarah kontra-terorisme Negara barat. Tindakan teroris tersebut lalu mendorong Negara-negara Eropa untuk meningkatkan kemampuan kontra-terorisme mereka, dan juga meningkatkan kemampuan pembebasan sandera. Pembantaian Munich menekankan semua pihak bahwa kepolisian lokal, entah itu mereka dilatih dengan baik atau tidak, tidak memiliki keahlian ataupun pengalaman dalam melakukan pembebasan sandera, dan juga menghadapi perlawanan para teroris yang gigih. Di Inggris, kesadaran ini memunculkan satu kebijakan pada penyempurnaan taktik dan strategi kontra-teroris mereka. Mereka terus melakukan penyempurnaan latihan dan pembentukan unit khusus spesialis kontra-terorisme. Dan Pada 1980, Special Air Service sudah siap diterjunkan untuk menghadapi ancaman teroris di manapun dan kapanpun. Dan peran SAS yang memainkan kesuksesan besar dalam Operasi Nimrod (Operasi pembebasan sandera di Kedubes Iran di London), mengirimkan pesan yang jelas kepada seluruh kelompok teroris Internasional. Bahwa ancaman teroris model apapun, dapat dituntaskan.

PENDAHULUAN
            Pada tahun 1980, masyarakat Inggris belum mengetahui tentang keberadaan pasukan khusus. Akan tetapi, liputan televisi saat itu yang menayangkan orang-orang misterius dengan pakaian dan topeng serba hitam, turun dengan cepat dari tali dari atap gedung, lalu bergerak secara taktis memasuki gedung, dengan cepat menyadarkan pandangan publik Inggris, bahwa unit penanganan kontra-terorisme baru saja terbentuk. Hal ini merupakan respon terbaru terhadap ancaman terorisme.
            Pada 30 April 1980, enam teroris bersenjata dari Front Revolusioner Democratic untuk pembebasan Arabistan yang disokong Irak, mengambil alih Gedung Kedutaan Besar Iran di Jalan Princes Gate, London. Nyawa 26 sandera dipertaruhkan, termasuk seorang perwira Polisi, PC Trevor Lock. Sejak awal, teroris mengklaim bahwa mereka telah memasang bom berdaya ledak tinggi di seluruh gedung, yang akan menghancurkan gedung dan sekaligus membunuh orang-orang didalamnya. Tuntutan mereka diantaranya adalah pembebasan 91 tahanan Arab yang ditahan di Iran. Terorisnya sendiri adalah warga negara Iran dari Khuzestan di wilayah selatan Iran yang kaya minyak, namun merupakan musuh rezim Ayatollah Komeini yang berkuasa di Iran, tuntutan teroris ditolak mentah-mentah oleh Iran.
Seorang sandera yang berusaha meloloskan diri keluar melewati balkon belakang gedung
ketika SAS menyerbu masuk ke dalam gedung 

RENCANA PENYERBUAN
            Pada tengah hari, tim yang disebut Special Projects Team (Skuadron B, 22nd SAS, termasuk pimpinan regu, Dick Arthur), sedang dalam perjalanan menuju London. Mereka berkendara ke barak di Regents Park, sementara 2 anggota SAS langsung menuju gedung Kedubes Iran untuk mulai melaksanakan misi penyelamatan sandera.
            Saat polisi bernegosiasi dengan pimpinan teroris, Oan, SAS diam-diam menyiapkan kejutan untuk mereka. Sebelumnya, SAS menyiapkan rencana penyerbuan dan penyelamatan menggunakan miniature gedung Kedutaan. Kemudian suplai listrik di Kedutaan di putus, begitu juga seluruh jaringan kabel telepon, kecuali satu jalur komunikasi yang dibiarkan terbuka. Pada hari ke-5 penyanderaan (5 Mei), pukul 13.45, ada bunyi tembakan dari dalam Kedutaan. Pada pukul 19.00 tubuh seorang atase pers Iran ditendang keluar dari pintu depan, disertai ancaman bahwa satu sandera akan dibunuh setiap 30 menit sampai seluruh tuntutan teroris dipenuhi. Untuk tim penyerbu sendiri, masa penantian pun akhirnya usai.
SERBUAN
            Pada pukul 19.23, delapan orang Prajurit SAS dengan mengenakan pakaian serba hitam menuruni atap dengan tali ke balkon lantai satu dibelakang gedung. Peledak rangka dengan cepat ditempelkan ke kaca jendela depan lantai satu, lalu diledakkan. Tim melemparkan granat kejut dan granat gas CS, lalu menyerbu ke dalam gedung. Para prajurit SAS di balkon belakang tidak bisa meledakkan peledak rangka yang dipasangnya karena satu orang tersangkut pada talinya sendiri. Mereka terpaksa menggunakan palu godam untuk dapat masuk. Granat kejut sekali lagi dilemparkan ke dalam, lalu SAS masuk dan memburu teroris sebelum mereka dapat membunuh sandera.
            Hasilnya, pemimpin teroris, Oan, terbunuh di tangga lantai satu saat SAS naik untuk mencapai ruangan di lantai dua, tempat dimana para sandera disekap. Tiga teroris yang menyekap menyekap para sandera membunuh satu orang sandera dan melukai 3 orang lainnya sebelum akhirnya seluruh teroris dapat dilumpuhkan dan ditembak mati oleh para prajurit SAS. Dua teroris mati ditempat dan satu orang teroris lainnya terluka. Sementara seorang teroris ditembak mati di selasar dekat pintu depan, dan yang lainnya terbunuh di ruang kantor di belakang gedung. Satu teroris yang tersisa dengan segera ditangkap. Dalam aksi penyelamatan sandera ini, satu orang sandera tewas dan dua lainnya terluka, namun sisanya selamat.
            Operasi Nimrod dianggap sebagai kesuksesan terbesar dan menjadi format standar serbuan dan penyelamatan sandera yang mulai dipelajari saat itu oleh unit-unit pasukan khusus negara-negara lain di seluruh dunia.   

 Gambaran Ilustrasi ketika SAS berusaha melumpuhkan teroris, 
sementara personel SAS lainnya mencoba menyelamatkan 

sumber : http://military18.blogspot.co.id/search/label/Operasi penyelamatan sandera

Operasi Penyelamatan Sandera - Resimen Para Inggris- Sierra Leone, 2000

 Pasukan Para Resimen Inggris Batalion ke-1
LATAR BELAKANG
 
Sierra Leone adalah bekas koloni Inggris yang meraih kemerdekaan di tahun 1961. pemerintahnya dipilih oleh rakyat sampai tahun 1967. saat kediktatoran militer mengambil alih. Tahun-tahun berikutnya dipenuhi kekerasan dan guncangan politik,
 
Tahun 1991, pecah perang sipil antara pasukan pemerintah dan kelompok pemberontak di seluruh wilayah Sierra Leone. Perang berlangsung brutal dan berdarah-darah selama delapan tahun. Kelompok pemberontak utama,Revolutionary United Front (RUF), yang dipimpin Foday Sankoh, menandatangani gencatan senjata dengan Presiden Ahmad Tejan Kabbah pada Mei 1999. namun kekerasan masih saja berlangsung, dan pada 29 April 2000 pasukan PBB digelar dalam kapasitasnya sebagai pasukan penjaga perdamaian. Pada awal Mei, gencatan senjata dibatalkan. RUF pimpinan Sankoh menawan 500 pasukan penjaga perdamaian PBB dan mulai menyerang ibukota, Freetown. Pasukan Inggris pun diturunkan, untuk membantu militer Sierra Leone dalam mengusir dan menumpas para pemberontak dan serta mengendalikan kota.
KERUSUHAN DI FREETOWN
Meskipun terdapat 2.000 Pasukan PBB, kekerasan yang meluas pecah di Sierra Leone pada 1999.

PENDAHULUAN
 
Pada Minggu 7 Mei 2000, 800 personel dari Batalion ke-1 Parachute Regiment diterjunkan di Sierra Leone di Afrika untuk memperkuat pasukan PBB yang mulai kewalahan. Walaupun tugas awal mereka adalah untuk mengevakuasi warga sipil berkewarganegaraan asing, namun, Resimen pun terlibat dalam pertempuran dengan para pemberontak, khususnya dalam misi penyelamatan sandera beresiko tinggi, Operasi Barras.
SITUASI PENYANDERAAN
 
Tugas pertama Pasukan Para di Sierra Leone adalah mengamankan bandara internasional Sierra Leone di Lunghi, sebelah utara ibukota Freetown. Misi ini diselesaikan tanpa insiden, namun situasinya tetap bergejolak. Selama 4 hari berikutnya, British Paras mendirikan pos-pos pertahanan di sekitar bandara, menjaganya tetap terbuka agar evakuasi warga asing dapat dilanjutkan. Pada 18 Mei, anggota Pathfinder Platoon menewaskan empat pemberontak dalam aksi baku tembak di Freetown, pasca penangkapan Foday Sankoh, pemimpin kelompok pemberontak utama Sierra Leone, RUF.

Selama beberapa bulan berikutnya, Pasukan Parasut Resimen Inggris menjaga stabilitas wilayah yang rapuh dan tak terkendali. Kemudian, pada 25 Agustus 2000, kelompok geng milisi yang dikenal dengan sebutan “West Side Boys” berhasil menyandera 11 Anggota Royal Irish Regiment British Army. Lima orang segera dilepaskan sebagai ganti permintaan telepon satelit. Para prajurit yang dibebaskan kembali dengan kisah penyiksaan, eksekusi pura-pura dan perampasan air dan makanan. Pemerintah Inggris menyadari bahwa mereka harus bertindak cepat untuk menyelamatkan sandera yang masih ditawan. Operasi penyelamatan, yang diberi sandi “Operasi Barras” pun digelar pada 10 September 2000.
WEST SIDE BOYS
 
West Side Boys yang berkekuatan 400 orang hanyalah salah satu dari banyak geng pemberontak yang berkuasa di daerah tak berhukum di Sierra Leone. Suplai minuman keras dan narkoba yang berlebihan membuat West Side Boys sukar ditebak pergerakannya dan mereka sangatlah berbahaya. Geng ini dipimpin “Brigadir” Foday Kallay, yang mendorong penyiksaan dan pemerkosaan secara membabi-buta. “Boys” terdiri dari banyak “prajurit” anak-anak dan wanita yang disiksa. Walaupun tidak memiliki profesionalisme militer, gabungan dari rasa tak kenal takut akibat mengkonsumsi narkoba dan pengalaman panjang perang gerilya di daerah itu menjadikan mereka lawan berbahaya bagi pasukan PBB.

OPERASI BARRAS
 
Satu unit Pasukan Khusus SAS dan 150 prajurit Para Resimen lepas landas dari Freetown dengan tiga helikopter Chinook. Dua heli Lynx menyediakan dukungan tembakan melalui udara. Tujuan mereka adalah kamp West Side Boys, 80 km di sisi timur Freetown, tiga desa di Rokel Creek River- Geri Bana, Magbeni, dan Forodogu. Para sandera ada di Geri Bana.

Serangan dimulai pukul 06:40 saat heli bersenjata menghujani tembakan ke arah posisi pemberontak. Satu Chinook pun mendarat ke Geri Bana dengan menurunkan SAS dan satu unit Pasukan Para Resimen. Dua Chinook lainnya mendarat di tepi seberang sungai. Sandera dengan cepat dibebaskan dan Foday Kallay, pemimpin pemberontak, berhasil ditangkap.
 

Kontak tembak pun segera pecah, dan Pasukan Inggris berhasil mendominasi pertempuran dengan tembakan-tembakan yang akurat dari senapan serbu, gempuran senapan mesin, dan pelontar granat. Para sandera dan Kallay diterbangkan keluar dari zona pertempuran, namun pertempuran masih berlanjut hingga pukul 16:00. Saat kontak tembak mereda, seorang personel SAS gugur dan beberapa personel lainnya terluka, namun semua sandera berhasil diselamatkan. Situasi ini pun berbalik di pihak pemberontak, dengan 25 orang pemberontak tewas dan 18 lainnya tertangkap. Bisa dibilang, Operasi Barras merupakan salah satu kesuksesan militer Inggris dalam melaksanakan operasi penyelamatan dan pembebasan sandera, yang dilakukan diluar wilayah Inggris. Dan sekali lagi, Pasukan Para Resimen Inggris membuktikan kemampuan dan profesionalisme mereka di lapangan dengan bukti kesuksesan operasi penyelamatan “Barras”. 
 
sumber : http://military18.blogspot.co.id/search/label/Operasi penyelamatan sandera

Senin, Maret 28, 2016

Operasi Penyelamatan Sandera - GIGN Perancis: Marseilles, 1994

Groupe Islamique Arme (GIA) atau kelompok Islam bersenjata adalah bagian dari kelompok teroris Islam yang paling kejam. GIA memilih jalan kekerasan setelah kemenangan Front Islamique de Salut (FIS) dalam pemilu legislatif Aljazair pada Desember 1991 yang kemudian dinyatakan tidak sah oleh Pemerintah. Rezim juga menolak pemilu yang akan diselenggarakan pada 1992. Selain melancarkan perang terhadap Pemerintah, GIA juga menganggap Perancis, mantan kekuatan kolonial, sebagai musuh utama. Mereka menyalahkan Perancis yang mendukung Pemerintahan Liamine Feroual yang semakin anti-Islam, yang berkuasa pada 1994 dan juga karena mendukung Pemerintahan Aljazair dalam perang saudara yang pecah di negara itu pada 1992. Tuduhan-tuduhan tersebut memang ada benarnya, Perancis menyediakan peralatan militer untuk digunakan melawan pemberontakan Islam. Sebagai balasan, GIA memutuskan menyerang Perancis secara langsung dengan cara membajak pesawat komersial dan menerbangkannya ke Paris, Perancis. Kelompok ini berharap agar tindakannya ini dapat menarik perhatian publik Internasional di seluruh dunia, melihat akan perjuagan mereka. Namun di sisi lain, mereka harus siap berhadapan dengan Pasukan elite GIGN.
Pada 1994, empat orang pembajak Aljazair yang sangat terlatih mendaratkan Air France Flight 8969 di Bandara Marseilles di bagian Selatan Perancis. Grup elite GIGN pun segera diterjunkan untuk menyelesaikan situasi yang sangat berbahaya dan beresiko tinggi. Misi mereka yakni menyelamatkan seluruh penumpang serta kru yang berada didalam pesawat, serta menumpaskan para pembajak pesawat. Kesuksesan misi ini pun mengibarkan profil GIGN ke seluruh dunia.


Pada 24 Desember 1994, empat orang teroris GIA Aljazair yang menentang Pemerintahan militer Aljazair dan juga Perancis, memilih membajak pesawat Airbus Air France di Bandara Boumediene, Algiers. Mereka menyamar sebagai petugas keamanan bandara. Dengan 230 penumpang dan kru didalamnya, pesawat sedang menunggu giliran lepas landas saat para teroris mengeluarkan senapan serbu AK-47 dan menuntut agar pesawat diterbangkan ke Paris, Perancis. Untuk menunjukkan bahwa mereka serius, mereka menambak seorang Polisi Aljazair dan Diplomat Vietnam di Tarmac di depan pesawat.
RENCANA SERBUAN
 
Pasukan elite Anti-teror GIGN segera dipanggil dan mulai mensimulasikan strategi penyelamatan menggunakan miniatur Airbus Air France yang serupa, bermaksud melaksanakan penyelamatan di Aljazair. Akan tetapi Pasukan Komando AD Aljazair hendak melaksanakan serbuan frontal ke pesawat tanpa mempedulikan keselamatan para sandera. Dengan kata lain, GIGN tidak mendapatkan izin atau kesempatan untuk terlibat.

Sementara itu, teroris melepaskan 63 sandera, namun marah karena mereka ditolak terbang ke Paris. Mereka juga membunuh seorang juru masak muda berkewarganegaraan Perancis. Akhirnya Pemerintah Aljazair melunak, membiarkan Pesawat untuk diterbangkan ke Paris. Pada pukul 02.00 tanggal 26 Desember, pesawat lepas landas menuju Perancis dengan para pembajak dan sandera didalamnya.
Ketika pesawat mendarat untuk mengisi bahan bakar di Bandara Marseilles sebelum melanjutkan perjalanan ke Paris, unit GIGN sudah berada di posisi. Penembak runduk ditempatkan di sekitar bandara dan juga di atas puncak menara kontrol. Pasukan Para dari Escadron Parachutiste d'Intervention de la Gendarmerie Nationale (EPIGN) bersembunyi di rerumputan tinggi yang ada di sisi landasan pacu. Tim penyerbu GIGN berkekuatan 8 personel, dengan 3 truk yang dilengkapi tangga bergerak maju untuk naik ke dalam pesawat. Seorang perwira Polisi di menara kontrol Bandara siap melakukan negosiasi. Laporan menyatakan bahwa para teroris berniat meledakkan pesawat di atas Ibukota, laporan lain lalu muncul, mengkonfirmasikan bahwa teroris memang sebelumnya telah memasang bom di dalam pesawat. Mereka juga meminta bahan bakar lebih banyak untuk mencapai Paris.
SERBUAN
 
Aksi dimulai dengan penembak runduk yang berada di atas menara kontrol. Penembak runduk tersebut menembakkan peluru kaliber besar dari senapan yang berperedam ke arah kokpit untuk membingungkan pembajak. Tim penyerbu kecil GIGN bergerak memasuki pesawat dari tangga setelah melemparkan granat kejut. Satu teroris tewas, namun tembakan gencar dari para teroris lainnya di arah kokpit melukai 6 personel GIGN. Delapan personel GIGN lainnya lalu menyerbu pesawat yang berasap, menembak dengan cepat ke arah kokpit. 
upaya penyelamatan sandera yang dilakukan personel GIGN
Pada waktu yang bersamaan, tim lain bergerak ke arah belakang pesawat dan mengevakuasi sandera melalui pintu darurat. Navigator pesawat melompat dari jendela kokpit. Setelah 10 menit terjadi baku tembak yang sengit, hebatnya, tidak ada sandera yang terbunuh ketika aksi baku tembak berlangsung dan kru di kokpit selamat. Seluruh teroris berhasil dilumpuhkan dan aksi penyelamatan ini merupakan kesuksesan gemilang dan membuat Pasukan elite Anti-teror GIGN Perancis menjadi sangat disegani di seluruh dunia.
 Terlihat seorang kru navigator pesawat mencoba keluar menyelamatkan diri
 dari jendela kokpit pesawat sementara para personel GIGN mencoba 
merangsek masuk melalui pintu samping untuk melumpuhkan teroris
sumber : http://military18.blogspot.co.id/search/label/Operasi penyelamatan sandera