Dalam kitab Ensiklopedia Kiamat (aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-Asyqar menulis pasal khusus berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah
(akhir kehidupan yang buruk)”. Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat
perkara yang dapat menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya dalam
keadaan buruk sehingga menghantarkannya ke Neraka di kehidupan abadi
negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan keempat hal tersebut
alangkah baiknya kita perhatikan hadits di bawah ini yang memuat salah
satu rukun iman yang fundamental, yaitu iman akan taqdir Allah, baik itu
taqdir yang terasa menyenangkan maupun yang terasa pahit.
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia
berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada
kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: “…Kemudian
diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh
kepadanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya,
ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi
Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang
melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga
sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena
taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan
penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada
seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal
itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya
kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke
dalamnya.” (HR. Muslim)
Seorang yang beriman kepada taqdir yang ditetapkan oleh Allah
pastilah sangat khawatir bilamana dirinya termasuk ke dalam golongan
yang disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya
ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu
mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu
hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia
melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan Allah seperti itu. Namun tentunya melalui pelajaran ini Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang amalan
baiknya selama ini sekedar yang tampak pada manusia. Sedangkan bisa
jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian
muncul secara lahir pada akhir hayatnya.
Sebaliknya golongan orang yang digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan
sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk
neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia
dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah
ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga
sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang sangat beruntung dan disayang Allah ta’aala.
Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena perilakunya selama
ini, namun sesungguhnya ia memiliki suatu kebaikan tertentu yang
tersembunyi dari penglihatan orang lain sedangkan Allah memandang
kebaikannya itu layak menjauhkan dirinya dari neraka dan
menghantarkannya ke surga. Wallahu a’lam.
Yang pasti, beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang
mendalam akan nasib akhir hidup dan menumbuhkan semangat yang tinggi
untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap husnul
khatimah. Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan
bermalas-malasan. Beriman kepada taqdir justru semakin membuat seseorang
berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah
sekaligus menjauhi segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan yang
berpotensi menyebabkan terjadinya su’ul khatimah.
Shiddiq Hasan Khan mengatakan bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah,
walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika ia memiliki kerusakan dalam
aqidah dan ia meyakininya sambil tidak menganggap itu salah, terkadang
kekeliruan aqidahnya itu tersingkap pada saat sakratul maut. Bila ia
wafat dalam keadaan ini sebelum ia menyadari dan kembali ke iman yang
benar, maka ia mendapatkan su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak
beriman. Setiap orang yang beraqidah secara keliru berada dalam bahaya
besar dan zuhud serta kesholehannya akan sia-sia. Yang berguna adalah
aqidah yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.
Mereka terancam oleh ayat Allah berikut:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
”Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat
103-104)
Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang
sering bermaksiat akan didominasi oleh memori tersebut saat kematian
menjelang. Sebaliknya bila seseorang seumur hidupnya banyak melakukan
ketaatan, maka memori tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut.
Orang yang banyak dosanya sehingga melebihi ketatannya maka ini sangat
berbahaya baginya. Dominasi maksiat akan terpateri di dalam hatinya dan
membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada gilirannya
menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah
seseorang mati kecuali ditampilkan kepadanya orang-orang yang biasa ia
gauli. Seorang lelaki yang suka main catur sekarat, lalu dikatakan
kepadanya: ”Ucapkanlah La ilaha illa Allah.” Ia menjawab: ”Skak!”
kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya adalah kebiasaan
permainan dalam hidupnya. Sebagai ganti kalimat Tauhid, ia mengatakan
skak.
Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang
yang istiqomah pada awalnya, lalu berubah dan menyimpang dari awalnya
bisa menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang
pada mulanya merupakan pemimpin dan guru malaikat serta malaikat yang
paling gigih beribadah, tapi kemudian tatakala ia diperintah untuk sujud
kepada Adam, ia membangkang dan menyombongkan diri, sehingga ia masuk
golongan kafir. Demikian pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang
digambarkan dalam ayat berikut:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ
ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian
dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan
(sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan
hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka)
kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka
sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177)
Keempat, iman yang lemah. Hal ini
dapat melemahkan cinta kepada Allah dan menguatkan cinta dunia dalam
hatinya. Bahkan lemahnya iman dapat mendominasi dirinya sehingga tidak
tersisa dalam hatinya tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit
bisikan jiwa, sehingga pengaruhnya tidak tampak dalam melawan jiwa dan
menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya ia terperosok
ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda
hitam dosa menumpukdi dalam hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman
yang lemah dalam hati. Dan ketika sakratul maut tiba, cinta Allah
semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan dunia yang
dicintainya. Kecintaannya pada dunia sangat kuat, sehingga ia tidak rela
meninggalkannya dan tak kuasa berpisah dengannya. Pada saat yang sama
timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka dan tidak
mencintainya. Cinta Allah yang sudah lemah itu berbalik menjadi benci.
Akhirnya bila ia mati dalam kondisi iman seperti ini, maka ia mendapat
su’ul khatimah dan sengsara selamanya.
Ya Allah, kami memohon kepadaMu husnul khatimah dan berlindung kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-
sumber : http://www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar