URGENT FURY
Krisis Grenada makin memanas setelah
dipicu pembunuhan Perdana Menteri Maurice Bishop oleh kelompok
pemberontak People Revolution Army (PRA) pada oktober 1983. akibatnya
nyawa ribuan warga AS ikut terancam. Pemerintah AS segera mengirimkan
kekuatan militer ke negara yang mulai dikuasai komunis. Sejumlah
satuan khusus seperti Ranger, Delta Force, dan Navy SEAL diterjunkan.
Seperti biasa SEAL mendapat tugas
melancarkan pengintaian kawasan pantai, sabotase pangkalan militer,
demolisi, dan tugas yang sebenarnya bukan porsi SEAL, yakni
mengevakuasi pejabat penting. Sesuai rencana, SEAL akan disusupkan
melalui udara dan laut.
Operasi awal SEAL dimulai pada 25
oktober dengan target menyusup ke kawasan Bandara Point Salines dan
memandu pasukan Ranger yang nantinya akan menyerbu. Untuk menyusupkan
SEAL, rencananya sejumlah personel dari Team SEAL 6 akan diterjunkan
dari C-130 Hercules ke laut dan setelah itu bergerak menyusup menuju
daratan. Pada hari H di tengah kegelapan malam pesawat C-130 terbang
pada ketinggian 500 kaki dan tak lama kemudian SEAL melompat keluar.
Meski telah menjalani latihan khusus,
penerjuan pada malam hari dan mendarat di laut yang bergelombang
ternyata memberi masalah bagi SEAL. Akibat banyak perangkat tempur
yang harus dibawa, empat personel SEAL justru terjerat parasut dan
hilang tenggelam. Musibah tak terduga itu menyebabkan misi dibatalkan
dan SEAL yang selamat diperintahkan berenang menuju kapal penjemput
untuk selanjutnya diangkut ke AS.
Hari berikutnya SEAL, dengan misi yang
sama, diterjunkan lagi ke pinggiran pantai dari heli Black Hawk.
Namun, sewaktu berada di lautan lagi-lagi masalah datang. Sebagian
besar peralatan ternyata hilang dan kawasan pantai ternyata dipenuhi
kapal patroli musuh. Untuk menghindari korban jatuh lagi, SEAL
diperintahkan menuju kapal penjemput dan segera meninggalkan lokasi
sasaran. Namun tak ada kata menyerah bagi SEAL.
Hari berikutnya SEAL yang kali ini
bergerak pada pagi hari kembali diterjunkan dan berhasil ke daratan.
Sasaran utama adalah menghancurkan pemancar radio yang digunakan PRA
untuk melancarkan perang urat syaraf. Suara ledakan bom yang
menghancurkan transmisi membuat PRA tahu mereka sedang diserang.
Tembakan gencar dari PRA pun menyalak termasuk tembakan senapan mesin
dari ranpur BTR-60. Tim SEAL yang tugasnya memang bukan bertempur
secara frontal, segera bergegas ke pantai dan kemudian berenang
menuju kapal penjemput.
Sementara itu SEAL Team 4 ditugaskan
untuk menyusup ke pantai Grenada dan mendeteksi kondisi pantai apakah
cocok untuk pendaratan amfibi atau tidak. Mereka berhasil mendarat
tanpa kesulitan. Di sepanjang garis pantai, Team 4 berhasil
mengetahui bahwa pertahanan pantai PRA justru sudah ditarik mundur
secara tergesa dan dipindahkan ke pusat kota. SEAL menilai, pantai
Grenada tidak cocok untuk pendaratan amfibi. Mereka pun mengirimkan
sinyal, sebaiknya marinir dan Ranger diterjunkan lewat udara. Operasi
lintas udara Ranger dan US Marine kemudian menjadi penerjunan yang
spektakuler mengingat PRA telah menyiapkan meriam penangkis serangan
udara (PSU).
Sementara itu SEAL yang bertugas
mengevakuasi Gubernur Jenderal Grenada, Sir Paul Scoon dan
keluarganya setelah meluncur dari helikopter berhasil mencapai
sasaran. Tim segera membangun perimeter sekaligus persiapan evakuasi.
Sesuai rencana, gubernur dan
keluarganya dievakuasi dengan heli Black Hawk jika keadaan
benar-benar telah aman. Tapi ketika SEAL sedang sibuk melaksanakan
persiapan, pasukan pemberontak PRA tiba-tiba datang dan langsung
membentuk formasi pengepungan. Rupanya kehadiran Black Hawk yang baru
saja menurunkan tim SEAL telah menarik perhatian PRA. Dari cara nya
menggelar pengepungan, PRA rupanya telah merencanakan operasi
penyergapan itu. Apalagi mereka dilengkapi ranpur BTR-60PB yang
peluru kanon nya sanggup menembus tembok gedung.
Melihat kehadiran pemberontak, SEAL
segera bersiap. Komandan regu Letnan Mike Walsh memerintahkan
penembak jitu SEAL untuk membidik setiap personel PRA yang mencoba
masuk. Tembak menembak sengit pun berlangsung. Berkat tembakan jitu
sniper SEAL, 21 pemberontak PRA tewas. Untuk sementara pasukan
penyerang memilih untuk mundur.
Letnan Walsh menarik nafas lega karena
perimeternya berhasil menahan gempuran pemberontak kendati hanya
untuk sementara. Untuk pertempuran panjang, mereka jelas tak siap.
Selain karena persediaan amunisi, mereka juga bukan tim yang
dipersiapkan untuk pertempuran panjang.
Dalam posisi terjebak dan persediaan
peluru semakin menipis, Letnan Walsh berusaha meminta bantuan. Karena
ada masalah komunikasi, Letnan Walsh baru bisa kontak setelah
menghubungi markas operasi SEAL di AS. Bantuan yang diharapkan adalah
gempuran meriam C-130 Spectre dan kehadiran pasukan tambahan marinir.
Malam harinya, tembakan gencar datang
lagi dari PRA dan kali ini kanon BTR mulai menyalak. Dinding bangunan
yang dihantam peluru kanon langsung jebol. Untuk memberi kesan bahwa
SEAL masih punya amunisi, Letnan Walsh memerintahkan hanya
menembakkan peluru sesekali tapi dengan jarak yang teratur.
Dalam kondisi kritis tiba-tiba
terdengar raungan mesin C-130 Spectre disusul dentuman-dentuman
ledakan dahsyat. Tembakan yang dilakukan pada malam hari itu
sebenarnya sulit untuk tepat sasaran. Namun tak berapa lama kemudian
pasukan PRA dan BTR memilih mundur.
Menjelang pagi keadaan bertambah
kondusif ketika pasukan marinir tiba. Perimeter pengamanan evakuasi
segera dibentuk dan operasi evakuasi gubernur dan keluarganya lewat
udara pun sukses. Dalam perjalanan kembali ke markas, SEAL mendapat
berita buruk. Upaya pengiriman bantuan pasukan marinir ternyata
memakan korban. Dua Black Hawk ditembak jatuh oleh PRA dan
mengakibatkan tiga anggota marinir dan satu personel SEAL gugur.
sumber : http://military18.blogspot.co.id/search/label/Pasukan Khusus (Special Forces)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar