Semoga
kisah ini menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya mereka yang
memiliki anak-anak yang sedang tumbuh berkembang, agar mereka dididik
menjadi zuriat yang sholeh dan sholehah, keturunan yang menjadi cahaya
mata.
Kisah ini diceritakan seorang ibu rumah tangga di salah satu kota
kecil di Arab Saudi. Tentang bagaimana anak yang sholeh merupakan
keberkahan bagi kedua orangtuanya.
Sang ibu bercerita bahwa ia memiliki seorang anak perempuan bernama
Asma, Ia seorang gadis kecil yang cerdas, dan hafal al-Qur’an.
Sejak kecil, suami ibu tersebut terbaring koma di rumah sakit.
Kejadian itu bermula ketika pada tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H
(sekitar tahun 1975 M), mobil ayah Asma mengalami kecelakaan, mobil yang
ditumpanginya terbalik saat pulang dari tempat kerja di Timur Saudi
menuju Riyadh. Kecelakaan itu begitu hebat hingga membuatnya langsung
koma. Ia segera dilarikan ke rumah sakit. Tim dokter spesialis yang
menanganinya mengatakan, sang suami mengalami kelumpuhan otak. 95 persen
otaknya telah mati.
Asma tidak mengerti kondisi tersebut. Setiap kali Asma bertanya ke mana ayahnya, sang ibu sealu selalu merahasiakannya.
Sang ibu bercerita:
Ketika Asma bertanya ke mana ayahnya, ku hanya menjawab ayahnya suatu saat nanti akan kembali. Tapi, kini Asmaa sudah berusia 15 tahun. Ia juga sudah hafal Al Qur’an dan terlihat lebih dewasa dari usianya. Maka kuceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika Asma bertanya ke mana ayahnya, ku hanya menjawab ayahnya suatu saat nanti akan kembali. Tapi, kini Asmaa sudah berusia 15 tahun. Ia juga sudah hafal Al Qur’an dan terlihat lebih dewasa dari usianya. Maka kuceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara sang suami, ia masih terbaring koma. Aku terus
menungguinya. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Ujian kesetiaan
datang, ketika lima tahun berlalu dan suamiku belum juga sadarkan diri.
Sebagian orang menyarankan aku menikah lagi dengan didukung oleh
rekomendasi seorang Syaikh.
“Tidak,” jawabku saat itu. “Selama suamiku belum dikubur, aku akan tetap menjadi istrinya.”
Aku pun kemudian berkonsentrasi untuk mendidik Asma, di samping
bergantian dengan keluarga menunggui suami di rumah sakit. Aku kemudian
memasukkan Asma ke sekolah tahfidz hingga jadilah ia hafal Qur’an.
Sejak tahu ayahnya koma di rumah sakit, Asma selalu bersama denganku
ke sana. Ia mendoakan dan membacakan ayat-ayat ruqyah untuk ayahnya, ia
juga bersedekah untuk ayahnya.
Hingga suatu hari pada tahun 1410 (tahun 1990), Asma meminta izin
menginap di rumah sakit. “Aku ingin menunggui ayah malam ini” pintanya
dengan nada mengiba. Aku tak bisa mencegah.
Malam itu, Asmaa duduk di samping ayahnya. Ia membaca surat
Al-Baqarah di sana. Dan begitu selesai ayat terakhirnya, rasa kantuk
menyergapnya. Ia tertidur di dekat ayahnya yang masih koma. Tak berapa
lama kemudian, Asma terbangun. Ada ketenangan dalam tidur singkatnya
itu. lalu, ia pun berwudhu dan menunaikan shalat malam.
Selesai shalat beberapa raka’at, rasa kantuk kembali menyergap Asma.
Tetapi, kantuk itu segera hilang ketika Asmaa merasa ada suara yang
memanggilnya, antara tidur dan terjaga.
“Bangunlah… bagaimana mungkin engkau
tidur sementara waktu ini adalah waktu mustajab untuk berdoa? Allah
tidak akan menolak doa hamba di waktu ini”
Asma pun kemudian mengangkat tangannya dan berdoa. “Yaa Rabbi, Yaa Hayyu…Yaa ‘Adziim… Yaa Jabbaar… Yaa Kabiir… Yaa Mut’aal… Yaa Rahmaan… Yaa Rahiim… ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kami beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…
Asma pun kemudian mengangkat tangannya dan berdoa. “Yaa Rabbi, Yaa Hayyu…Yaa ‘Adziim… Yaa Jabbaar… Yaa Kabiir… Yaa Mut’aal… Yaa Rahmaan… Yaa Rahiim… ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kami beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…
Ya Allah…, sesungguhnya ia berada
di bawah kehendak-Mu dan kasih sayang-Mu.., Wahai Engkau yang telah
menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan
nabi Musa kepada ibunya… Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut
ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan
keselamatan bagi Nabi Ibrahim… sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…
Ya Allah… sesungguhnya mereka telah
menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh… Ya Allah milikMu-lah
kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…”
Sebelum Subuh, rasa kantuk datang lagi. Dan Asma pun tertidur.
“Siapa engkau, mengapa kau ada di sini?” suara itu membangunkan Asma.
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari sumber suara. Tak ada orang.
Asma terkejut! Subhanallah… Betapa bahagia dirinya, ternyata suara
itu adalah suara ayahnya. Ia sadar dari koma panjangnya. Begitu
bahagianya Asma, ia pun memeluk ayahnya yang masih terbaring. Sang ayah
kaget.
“Takutlah kepada Allah. Engkau tidak halal bagiku” kata sang ayah.
“Aku ini putrimu ayah. Aku Asma” tak menghiraukan keheranan sang
ayah, Asma segera menghubungi dokter dan mengatakan apa yang terjadi.
Para dokter yang piket pada pagi itu hanya bisa mengucapkan “Masya
Allah”. Mereka hampir tak percaya dengan peristiwa menakjubkan ini.
Bagaimana mungkin otak yang telah mati kini kembali? Ini benar-benar
kekuasaan Allah.
Sementara sang ayah Asma juga heran mengapa dirinya berada di situ.
Ketika Asma dan ibunya menceritakan bahwa ia telah koma selama tujuh
tahun, ia hanya bertasbih dan memuji Allah. “Sungguh Allah Maha Baik.
Dialah yang menjaga hamba-hambaNya” simpulnya.
sumber: http://www.fadhilza.com/2015/06/kisah-hikmah/anak-shalehah-hafal-quran-bangunkan-ayahnya-yang-koma-15-tahun.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar