Suatu ketika,
seorang
pemuda bergelimang dosa mendatangi Ibrahim
bin Adham. ”Aku sudah tercebur maksiat cukup dalam. Bagaimana aku
dapat
berhenti dari semua perbuatan tercela ini?”
Ibrahim bin Adham terdiam sejenak, lalu berucap, ”Jika kamu
bisa memegang
lima hal ini, niscaya kau terjauh dari perbuatan maksiat. Pertama,
jika kau berbuat maksiat, usahakanlah Allah tidak melihat
perbuatanmu.” Orang itu terperangah. ”Lalu, kenapa kau berbuat dosa
seakan-akan
Allah tidak melihatmu?” Pemuda itu tertunduk malu, ”Katakanlah yang
kedua!”
”Jika kau masih berbuat maksiat, jangan lagi kau makan rezki
Allah.”
Kembali pendosa itu kaget, ”Bagaimana mungkin? Bukankah semua rezki
datang dari
Allah? Air liur di mulutku ini pun datang dari Allah.”
Ibrahim berkata, ”Pantaskah memakan rezki Allah sedang kita
membangkang
perintah dan melanggar larangan-Nya? Ibarat kamu numpang makan kepada
orang,
sementara setiap saat kau selalu mengecewakannya dan ia melihat
perbuatanmu,
masihkah kamu punya muka untuk terus makan darinya?”
”Sekarang katakanlah yang ketiga!”
”Ketiga, jika kau masih berbuat
dosa, janganlah tinggal di bumi Allah.” Air mata pemuda itu menitik.
”Keempat, jika kau masih berbuat
maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang mencabut nyawamu sebelum
kau
sempat bertobat, tolaklah. Janganlah mau nyawamu dicabut.”
”Tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut....”
”Jika begitu, mengapa kamu masih berbuat maksiat? Tidakkah
terpikir olehmu,
jika suatu saat ketika malaikat maut datang justru pada saat kamu sedang
mencuri, menipu, berzina atau melakukan dosa lainnya?”
Pemuda itu tak kuasa menahan tangis. ”Lalu, hal apa yang
terakhir?”
”Kelima, jika kamu masih ingin
berbuat dosa dan malaikat maut sudah mencabut nyawamu justru ketika kamu
sedang
berbuat dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik memasukkanmu
ke
Neraka. Mintalah kesempatan hidup sekali lagi!”
”Bagaimana bisa? Bukankah hidup hanya sekali?”
Ibrahim berkata, ”Karena hidup hanya sekali, kenapa kita masih
menyia-nyiakan hidup ini dengan menumpuk dosa?”
”Cukup! Aku tak sanggup lagi mendengar,” ucap pemuda itu
seraya menangis
lalu pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Sejak itu ia tak lagi
mendekati
maksiat dan orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar