PADA
1929, Andi Mattalatta –di kemudian hari menjabat Panglima Kodam XIV
Hasanuddin (1957-1959)– melanjutkan pendidikannya di Openbare
Schakelschool Makassar. Di depan namanya dibubuhkan kata Andi.
Mattalatta mengetahui penjelasan mengenai nama Andi sebagai penanda
untuk membedakan keturunan bangsawan dari orang biasa, dari Muhayang
Daeng Mangawing, kepala sekolah di Gouvernament Inlandsche School Barru.
Penjelasan lain dari Ince Nurdin, tokoh bangsawan di Makassar dan
mantan guru OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren).
Menurutnya, awal muasal kata Andi dikenalkan oleh B.F. Matthes, seorang
misionaris Belanda, pendiri sekolah OSVIA dan di kemudian hari dikenal
sebagai pelopor penulisan epik I La Galigo bersama Colliq Pujie pada 1918.
“Matthes hendak menulis Standen Stelsel di Zuid Celebes seperti yang sudah ada di Jawa. Maka, sebagai awal usahanya itu, mulailah dia memberikan titel Andi
kepada semua golongan bangsawan yang berada dalam jangkauan Departement
O & E (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),” kata Ince Nurdin,
dikutip Mattalatta dalam Meniti Siri dan Harga Diri: Catatan dan Kenangan. Terjemahan bebas standen stelsel adalah asal-usul; dalam bahasa Bugis disebut assaleng, dan kabattuang dalam istilah Makassar.
Setelah menguasai Makassar, pemerintah kolonial Belanda
mengintervensi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Dan ketika sistem
pemerintahan kolonial berjalan maka dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang
memiliki kemampuan baca tulis –singkatnya kaum terpelajar. Untuk itu
didirikanlah sekolah-sekolah Belanda. Di Makassar sebagai tempat
kedudukan pemerintahan kolonial dibangun sekolah lanjutan seperti OSVIA,
MULO (Meerder Uitbreiding Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare
School), Normaal School, dan HK (Holland Indlands Kwekschool).
Sementara di wilayah distrik, dibangun sekolah Gubernemen atau
Sekolah Desa dan Volks-School untuk sekolah lanjutan tiga tahun. Dan
untuk pendidikan di tingkat Afdeling didirikan sekolah seperti HIS dan
Schakel School.
Menurut Mattulada dalam Sejarah, Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi Selatan,
jika ingin mengikuti sekolah dari tingkat HIS atau sekolah pamongpraja
yang lazim disebut Sekolah Raja seperti OSVIA, maka setiap siswa harus
menyertakan stamboom (daftar silsilah keturunan) dan lembar
pernyataan kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda. “Sekolah-sekolah
ini mencetak pegawai untuk pejabat-pejabat pemerintahan dan pegawai
administrasi untuk perusahaan-perusahaan,” tulis Mattulada.
Anak-anak bangsawan yang telah menamatkan sekolah memperoleh gelar
“Andi” di depan nama. Mattulada mencatat penggunaan gelar “Andi” ini
dimulai sekitar tahun 1930-an oleh para kepala swapraja dan keluarga
bangsawan untuk memudahkan identifikasi keluarga raja.
Sebelum pemerintah kolonial berkuasa, seorang bangsawan atau
anak-anak raja tak pernah menyematkan kata “Andi” di depan nama.
Melainkan La ataupun I untuk laki-laki dan We
untuk perempuan. Sementara untuk gelar kebangsawanan digunakan Opu,
Daeng, Karaeng, Arung, Bau’, atau Puang, sesuai daerah dan wilayahnya.
Dan tak pernah ada panggilan Andi.
Namun, adakah arti kata dari Andi? “Sebenarnya, Andi bukanlah titel
tingkatan derajat kebangsawanan. Andi itu kata panggilan atau sapaan
dari seseorang yang lebih muda usianya kepada yang lebih tua. Terjemahan
bebasnya adalah adinda,” kata Mattalatta.
sumber: http://historia.id/modern/asal-usul-gelar-andi-di-sulawesi-selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar