Minggu, Agustus 21, 2011

Perang Mu'tah - 3.000 Pasukan Muslim Melawan 200.000 pasukan Romawi



Quantcast
perang-uhud PERTEMPURAN paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam di era awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya berkekuatan 3000 orang melawan pasukan terkuat di muka bumi saat itu, Pasukan Romawi dengan kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan sebanyak 200.000. Pasukan super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Perang terjadi di daerah Mu’tah –sehingga sejarawan menyebutnya perang Mu’tah  (sekitar yordania sekarang), pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M.

LATAR BELAKANG PEPERANGAN

Penyebab perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra. Di tengah perjalanan, utusan itu ditangkap Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani dari bani Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal. Pelecehan dan pembunuhan utusan negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan sama saja ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat beliau marah.

Mendengar utusan damainya dibunuh, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat sedih. Setelah sebelumnya berunding dengan para Sahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin untuk berangkat ke daerah Syam. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sadar melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene adalah pasukan terbesar dan terkuat di muka bumi ketika itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – Bizantium.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata
“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Jakfar bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah –saat itu beliau meneteskan air mata- selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan Akhirnya Allah Subhânahu wata‘âlâ memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari)
Ketika pasukan tentera ini berangkat Khalid bin’l-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan itikad baiknya sebagai orang Islam. Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga turut mengantarkan mereka sampai ke luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata: Allah menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.

Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.

JALANNYA PEPERANGAN

article-arrows Kaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah. Musuh pun mendengar keberangkatan mereka. Dipersiapkanlah pasukan super besar guna menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Heraclius mengerahkan lebih dari 100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin ‘Amr mengerahkan 100.000 tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘. Kedua pasukan bergabung.

Mendengar kekuatan musuh yang begitu besar, kaum Muslimin berhenti selama dua malam di daerah bernama Mu’an guna merundingkan apa langkah yang akan diambil. Beberapa orang berpendapat, “Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam, melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan.” Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-api:
“Demi Allah Subhânahu wata‘âlâ, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini yang Allah Subhânahu wata‘âlâ telah memuliakan kita dengannya. Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”

Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya pada masa sebelum itu.

KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ZAID BIN HARITSAH

Sesuai perintah Rasulullah, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah dengan bendera di tangannya. 3.000 pasukan Islam melawan 100.000 tentara Romawi jelas tak seimbang. Zaid bertempur dengan gagah berani. Sampai kemudian sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya. Darah segar assaabiquunal awwalun tumpah di bumi Muktah. Andaikan memiliki air mata, tanah di sana sudah menangis sejak tubuh mulia itu terjatuh. Zaid tergeletak sudah. Syahid.

KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA JA’FAR BIN ABU THALIB

Lalu komandan perang dipegang Ja’far bin Abu Thalib. Ja’far bertempur dengan gagah berani sambil memegang bendera pasukan. Sahabat yang tampan ini bertempur hebat di atas kudanya. Ketika pertempuran makin sengit, kudanya terkena senjata musuh. Ja’far terlempar. Ia segera kembali bertempur lagi. Sampai akhirnya, ada pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga putus. Darah suci pahlawan Islam tertumpah ke bumi.

Lalu bendera dipegang tangan kanannya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan kanannya pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, ia tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan.  Ada diantara mereka yang menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua.

Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallâhu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.

KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ABDULLAH BIN RAWAHAH

moejahid Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
“Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!”
Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Alloh, maka naiklah ia sebagai syahid.

Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya: “Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan benar ia telah terpimpin!” “Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!”

KABAR SYAHIDNYA PARA KOMANDAN PERANG MU’TAH SAMPAI KE RASULULLAH

Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatu disebabkan rasa duka dan belas kasihan … ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata:
“Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula.”. Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: “Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula”.
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : “Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …”

Para sahabat di sisi Rasulullah juga tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Tangis duka. Tangis kehilangan. Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan pahlawan-pahlawan pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada kabar gembira bagi mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para malaikat dengan penuh hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati janji surga serta ridha Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu Thalib yang terbelah tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar (penerbang) atau Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap) sebab Allah menganugerahinya dua sayap di surga, dan dengan sayap itu ia bisa terbang sekehendaknya.

STRATEGI PERANG KHALID BIN WALID

khalid bin Walid - Sword of Allah Khalid bin Walid Radhiyallâhu ‘anhu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. 

Khalid bin Walid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yg datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yg menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran. Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.

HASIL PEPERANGAN

Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa pertempuran ini berakhir imbang. Hal karena kedua belah pasukan sama-sama menarik mundur pasukannya yang lebih dahulu dilakukan oleh Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini kemenangan berada di tangan Muslim.

Sebenarnya tanpa ada justifikasi kemenanganpun akan diketahui ada dipihak siapa. Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 3.000 dengan gagah berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup menjadi bukti. Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu siapapun akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang. Mengingat korban dari pihak muslim hanya 12 orang, (Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang dalam kitab as-Sîrah ash-Shahîhah (hal.468) 13 orang) sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.

Perang ini adalah perang yang sangat sengit meski jumlah korban hanya sedikit dari pihak muslim. Di dalam peperangan ini Khalid Radhiyallâhu ‘anhu telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia berkata: “Dalam perang Mu‘tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” Ibnu Hajar mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin telah banyak membunuh musuh mereka.

IBRAR YANG KITA BISA AMBIL DARI PERANG MU’TAH

Kita merasa berat padahal kita tidak pernah berjihad. Kita mengeluh sering pulang malam dan kecapekan karena kita tidak pernah membayangkan mobilitas para sahabat seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang menempuh perjalanan beberapa pekan, lalu berperang beberapa pekan pula. Kita mengeluhkan hari libur yang tersita sehingga jarang berekreasi bersama keluarga karena kita tak pernah menempatkan diri seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang setiap kali berangkat jihad mereka meninggalkan wasiat pada istri dan keluarganya. Kita mengeluh korban tenaga, kehujanan, sampai terkena flu bahkan masuk rumah sakit. Karena kita tak pernah membayangkan jika kita yang menjadi para sahabat. Bukan flu yang menyerang tetapi anak-anak panah yang menancap di badan. Bukan panas dan meriang yang datang tetapi tombak yang menghujam. Bukan batuk karena kelelahan tapi sayatan pedang yang membentuk luka dan menumpahkan darah.

Kita mengeluh dengan pengeluaran sebagian kecil uang kita karena kita tidak membayangkan betapa besarnya biaya jihad para sahabat. Mulai dari membeli unta atau kuda, baju besi sampai senjata. Kita mengeluhkan masyarakat kita yang tidak juga menyambut dakwah sementara Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah bahkan tak pernah mengeluh meskipun berhadapan dengan 100.000 pasukan musuh. Kita merasa berat dan seringkali mengeluh karena kita tak memahami bahwa perjuangan Islam resikonya adalah kematian. Maka yang kita alami bukan apa-apa dibandingkan tombak yang menghujam tubuh Zaid bin Haritsah. Yang kita keluhkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sabetan pedang yang memutuskan dua tangan Ja’far bin Abu Thalib dan membelah tubuhnya. Yang kita rasa berat tidak seberapa dibandingkan luka-luka di tubuh Ibnu Rawahah yang membawanya pada kesyahidan.

Lalu pantaskah kita berharap Rasulullah menangis karena kematian kita? Pantaskah kita berharap malaikat datang menyambut kita? Atau bidadari menjemput kita? Kemudian pintu surga dibukakan untuk kita?
Ya Allah, jika kami memang belum pantas untuk itu semua, jangan biarkan kami mengeluh di jalan dakwah ini. Ya Allah, anugerahkanlah hidayah-Mu kepada kami, dan janganlah Engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah Engkau memberi hidayah pada kami. Amin.

sumber: http://nabilmufti.wordpress.com/2011/04/07/perang-mutah-3000-pasukan-muslim-melawan-200-000-pasukan-romawi/

Perang Yarmuk - Takluknya Pasukan Romawi Oleh Kaum Muslimin

peta yarmuk

Dalam sejarah perjuangan kaum muslimin menegakkan dan membela al haq (kebenaran), berjihad di jalan Allah, kita akan dapat menemukan kisah teladan mengenai itsar, sejarah yang begitu indah untuk dipelajari, merupakan suatu kenikmatan tersendiri jika diamalkan.

Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun 13 H/ 634 M.

Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin. Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang menurut sumber islam atau 100.000–400.000 untuk pasukan romawi dan 24.000-40.000 pasukan muslim menurut sumber wikipedia

Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan izin Allah.

Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen.

Pengangkatan Khalid bin Walid

Entah apa yang ada di benak Khalid bin Walid ketika Abu Bakar menunjuknya menjadi panglima pasukan sebanyak 46.000. Hanya ia dan Allah saja yang tahu kiranya. Khalid tak hentinya beristigfar. Ia sama sekali tidak gentar dengan peperangan yang akan ia hadapi. 240.000 tentara Bizantin. Ia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu. Kaum muslimin tengah bersiap menyongsong Perang Yarmuk sebagai penegakan izzah Islam berikutnya.

Hampir semua tentara muslim gembira dengan penunjukkan itu. Selama ini memang Khalid bin Walid adalah seorang pemimpin di lapangan yang tepat. Abu Bakar pun tidk begitu saja menunjuk pejuang yang berjuluk Pedang Allah itu. Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yang keras. Padahal ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang kaya. Sejak usia dini, ia menceburkan dirinya ke dalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang. Konon, hanya Khalid bin Walid seorang yang pernah memorak-porandakan pasukan kaum muslimin, semasa ia masih belum memeluk Islam.

Strategi Perang Kaum Muslimin

Khalid bin Walid sekarang memutar otak. Bingung bukan buatan. Tentara Bizantin Romawi berkali-kali lipat banyaknya dengan jumlah pasukan kaum muslimin. Ditambah, pasukan Islam yang dipimpinya tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjatakan lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Dan mereka akan berhadapan di dataran Yarmuk. Tentara Romawi yan hebat itu berkekuatan lebih dari 3 lakh serdadu bersenjata lengkap, diantaranya 80.000 orang diikat dengan rantai untuk mencegah kemungkinan mundurnya mereka. Tentara Muslim seluruhnya berjumlah 45.000 orang itu, sesuai dengan strategi Khalid, dipecah menjadi 40 kontingen untuk memberi kesan seolah-olah mereka lebih besar daripada musuh.

Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab Utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian, depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraclus sebagai ketua tentara Romawi telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan. Romawi juga menggunakan taktik dan strategi tetsudo (kura-kura). Jenis tentara Rom dikenal sebagai ‘legions’, yang satu bagiannya terdapat 3000-6000 laskar berjalan kaki dan 100-200 laskar berkuda. Ditambah dengan dan ‘tentara bergajah’. Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.

Jalannya Peperangan

Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.

Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.

Pada perang Yarmuk, Az-Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar” kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya : “Az-Zubair memiliki tiga kali pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk.

Salah seorang sahabatnya pernah bercerita : “Saya pernah bersama Az-Zubair bin Al-’Awwam dalam hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya : demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti tubuhmu, dia berkata kepada saya : demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah saw dan dijalan Allah. Dan diceritakan tentangnya : sesungguhnya tidak ada gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti perang bersama Nabi saw, atau Abu Bakar, Umar atau Utsman.

Hari ke-4, Hari Hilangnya Mata

Peristiwa ini terjadi pada hari keempat perang Yarmuk, dimana dari sumber ini dikabarkan 700 orang dari pasukan Muslim kehilangan matanya karena hujan panah dari tentara Romawi. Dan hari itu merupakan hari peperangan terburuk bagi pasukan Muslimin.

Hari ke-6, Terbunuhnya Gregory, Komandan Pasukan Romawi

Hari keenam dari perang Yarmuk fajar benderang dan jernih. Itu adalah minggu ke empat Agustus 636 (minggu ketiga Rajab, 15 H). Kesunyian pagi hari tidak menunjukkan pertanda akan bencana yang akan terjadi berikutnya. Pasukan muslim saat itu merasa lebih segar, dan mengetahui niat komandan mereka untuk menyerang dan sesuatu di dalam rencananya, tak sabar untuk segera berperang. Harapan-harapan pada hari itu menenggelamkan semua kenangan buruk pada ’Hari Hilangnya Mata’. Di hadapan mereka berbaris pasukan Romawi yang gelisah – tidak terlalu berharap namun tetap berkeinginan untuk melawan dalam diri mereka.

Seiring dengan naiknya matahari di langit yang masih samar di Jabalud Druz, Gregory, komandan pasukan yang dirantai, mengendarai kudanya maju ke depan di tengah-tengah pasukan Romawi. Dia datang dengan misi untuk membunuh komandan pasukan Muslimin dengan harapan hal itu akan memberikan efek menyurutkan semangat pimpinan kesatuan dan barisan kaum Muslimin. Ketika ia mendekati ke tengah-tengah pasukan Muslimin, dia berteriak menantang (untuk berduel) dan berkata, ”Tidak seorang pun kecuali Komandan bangsa Arab!

Abu Ubaidah seketika bersiap-siap untuk menghadapinya. Khalid dan yang lainnya mencoba untuk menahannya, karena Gregory memiliki reputasi sebagai lawan tanding sangat kuat, dan meang terlihat seperti itu. Semuanya merasa bahwa akan lebih baik apabila Khalid yang keluar menjawab tantangan itu, namum Abu Ubaidah tidak bergeming. Ia berkata kepada Khalid, ”Jika aku tidak kembali, engkau harus memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan perkaranya.”

Kedua komandan berhadap-hadapan di atas punggung kudanya masing-masing, mengeluarkan pedangnya dan mulai berduel. Keduanya adalah pemain pedang yang tangguh dan memberikan penonton pertunjukkan yang mendebarkan dari permainan pedang dengan tebasan, tangkisan dan tikaman. Pasukan Romawi dan Muslim menahan nafas. Kemudian setelah berperang beberapa menit, Gregory mundur dari lawannya, membalikkan kudanya dan mulai menderapkan kudanya. Teriakan kegembiraan terdengar dari pasukan Muslimin atas apa yang terlihat sebagai kekalahan sang prajurit Romawi, namun tidak ada reaksi serupa dari Abu Ubaidah. Dengan mata yang tetap tertuju pada prajurit Romawi yang mundur itu, ia menghela kudanya maju mengikutinya.

Gregory belum beranjak beberapa ratus langkah ketika Abu Ubaidah menyusulnya. Gregory, yang sengaja mengatur langkah kudanya agar Abu Ubaidah menyusulnya, berbalik dengan cepat dan mengangkat pedangnya untuk menyerang Abu Ubaidah. Kemundurannya dari medan pertempuran adalah tipuan untuk membuat lawannya lengah. Namun Abu Ubaidah bukanlah orang baru, dia lebih tahu mengenai permainan pedang dari yang pernah dipelajari Gregory. Orang Romawi itu mengangkat pedangnya, namun hanya sejauh itu yang dapat dilakukannya. Ia ditebas tepat pada batang lehernya oleh Abu Ubaidah, dan pedangnya jatuh dari tangannya ketika dia rubuh ke tanah. Untuk beberapa saat Abu Ubaidah duduk diam di atas kudanya, takjub pada tubuh besar jendral Romawi tersebut. Kemudian demgan meninggalkan perisai dan senjata yang berhiaskan permata orang Romawi itu, yang diabaikannya karena kebiasaannya tidak memandang berharga harta dunia, prajurit yang shalih itu kemudian kembali kepada pasukan Muslimin.

Kepahlawanan Asma binti Yazid bin As-Sakan

Keinginannya untuk terjun ke medan jihad baru terwujud setelah Rasul saw wafat, yaitu ketika terjadi perang Yarmuk pada tahun ke-13 Hijriyyah. Dalam perang besar (Yarmuk) itu Asma binti Yazid bersama kaum mukminah lainnya berada di barisan belakang laki-laki. Semuanya berusaha mengerahkan segenap kekuatannya untuk mensuplai persenjataan pasukan laki-laki. Memberi minum kepada mereka, mengurus mereka yang terluka, dan mengobarkan semangat jihad mereka.  Ketika peperangan berkecamuk dengan begitu serunya, ia  berjuang sekuat tenaganya. Akan tetapi, dia tidak menemukan senjata apapun, selain tiang penyangga tendanya. Dengan bersenjatakan tiang itulah, dia menyusup ke tengah-tengah medan tempur dan menyerang musuh yang ada di kanan dan kirinya, sampai akhirnya dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi.

Dalam bagian lain beliau berkata: “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu.” Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata: “Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa .Tidak akan kalian lihat tawanan.Tidak pula perlindungan.Tidak juga keridhaan”

Beliau juga berkata dalam bagian lain: “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang”.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar,
”Dia adalah asma binti Yazid bin As-Sakan yang ikut terjun dalam perang Yarmuk. Pada hari itu dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan menggunakan tiang tendanya. Setelah perang Yarmuk ia masih hidup dalam waktu yang cukup lama.  Asma keluar dari medan pertempuran dengan luka parah sebagaimana juga banyak dialami pasukan kaum muslimin. Akan tetapi, Allah berkehendak ia tetap hidup dalam waktu yang cukup lama.  Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Asma binti Yazidd bin As-Sakan dan memuliakan tempatnya di sisi-Nya atas berbagai Hadits yang diriwayatkannya dan atas segala pengorbanannya.
Akan tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma` lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah dan mampu berjihad dengan mencurahkan dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya dan berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau: “Dialah Asma` binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.

Asma` keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan kepada umat.

Dia telah berbuat sesuatu agar dijadikannya contoh bagi wanita muslimah lainnya, yaitu kerelaan dan tekadnya yang kuat untuk membela dan mempertahankan agama Allah dan mengangkat panji Islam sampai agama Allah tegak di muka bumi.

Kisah Rela Berkorban untuk Saudara Seiman

Setelah perang selesai dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin, di medan Yarmuk tergeletak beberapa pejuang Islam, sahabat Rasulullah saw dengan badan penuh luka. Mereka adalah Ikrimah bin Abi Jahal, disekujur tubuhnya tidak kurang ada 70 luka, Al Harits bin Hisyam (paman Ikrimah) dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dalam riwayat lain Suhail bin ‘Amru.

Saat ketiganya sedang letih, lemah, dan kehausan serta dalam keadaan kritis, datanglah seorang yang mau memberikan air kepada salah seorang diantara mereka yang sedang kepayahan.

Ketika air akan diberikan kepada Al Harits dan hendak diminumnya, dia melihat Ikrimah yang sedang kehausan dan sangat membutuhkan, maka dia berkata, “Bawa air ini kepadanya !”.

Air beralih ke Ikrimah putra Abu Jahal, ketika dia hendak meneguknya, dilihatnya Ayyasy menatapnya dengan pandangan ingin minum, maka dia berkata, “Berikan ini kepadanya !”.

Air beralih lagi kepada Ayyasy, belum sempat air diminum, dia sudah keburu syahid. Maka orang yang membawa air bergegas kembali kepada kedua orang yang membutuhkan air minum, akan tetapi ketika ditemui keduanya juga sudah syahid.

Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan: “Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: “Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku.” Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata: “Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku.” Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.

Gugurnya Ikrimah bin Abu Jahal

Yarmuk, salah satu daerah di negeri Syam menceritakan bagaimana singa-singa Allah Subhanahu wa Ta’ala menerkam musuh-musuh mereka. Kekuatan dan perlengkapan musuh yang begitu dahsyat, ternyata tidak meluluhkan tekad mereka; menang atau mati syahid.

Ketika ‘Ikrimah sudah bersiap menembus pasukan musuh, Khalid bin Al-Walid saudara sepupunya berkata: “Jangan lakukan. Kematianmu sangat merugikan kaum muslimin.” Kata ‘Ikrimah: “Biarlah, hai Khalid, karena kau telah pernah ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apalagi ayahku sangat hebat memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

‘Ikrimah menerobos ke tengah-tengah pasukan musuh yang berjumlah puluhan ribu orang bersama beberapa ratus prajurit muslim lainnya.

Diceritakan, bahwa dia pernah berkata ketika perang Yarmuk: “Aku dahulu memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di setiap medan pertempuran. Hari ini, apakah aku akan lari dari kalian (yakni pasukan lawan, red.)?” Lalu dia berseru: “Siapa yang mau berbai’at untuk mati?” Maka berbai’atlah Al-Harits bin Hisyam, Dhirar bin Al-Azwar bersama empat ratus prajurit muslim lainnya.

Mereka pun maju menggempur musuh di depan kemah Khalid sampai satu demi satu mereka jatuh berguguran sebagai kembang syuhada.

Kata Az-Zuhri: “Waktu itu, ‘Ikrimah adalah orang yang paling hebat ujiannya. Luka sudah memenuhi wajah dan dadanya sampai ada yang mengatakan kepadanya: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, kasihanilah dirimu’.”

Tapi ‘Ikrimah menukas: “Dahulu aku berjihad dengan diriku demi Latta dan ‘Uzza, bahkan aku serahkan jiwaku untuk mereka. Lantas, sekarang, apakah harus aku biarkan jiwaku ini tetap utuh karena (membela) Allah dan Rasul-Nya? Tidak. Demi Allah, selamanya tidak.”

Maka, hal itu tidaklah menambahi apapun selain beliau semakin berani menyerang hingga gugur sebagai syahid. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai ‘Ikrimah.

Setelah Peperangan

Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. “saya berjihad bukan karena Umar,” katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan “tangga manusia”, pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.

Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.

Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum GerejaSyria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya.” Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.

Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komandoAmr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.

sumber: http://nabilmufti.wordpress.com/2010/03/24/perang-yarmuk-takluknya-kerajaan-romawi-dibawah-pasukan-islam/

Khalid bin Walid Panglima Perang Yarmuk

“Gergorius sudah mati. Aku yang menikamnya karena Gergorius yang malang telah membelot menjadi seorang muslim,” perasaan gundah menyelimuti Margiteus yang tengah mengusap-usap pedang panjangnya yang berukiran matahari dengan 12 jilatan api itu.

“Hah, mustahil mana mungkin terjadi, dia seorang Kristiani yang taat.” Argenta menatap tajam Margiteus
“Ya aku cuma bisa kesal, bingung dan sedih kenapa seorang panglima perang Romawi yang ulung harus mati di ujung mata pedangku.” Sesal Margiteus sambil membersihkan sisa darah di pedangnya.

Debu-debu beterbangan, menggumpal di atas bumi Yarmuk. Suara teriakan riuh jelas terdengar seiring rengekan suara onta dan kuda. Nyaring dan ngeri.

Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk –wilayah perbatasan dengan Syria. Pasukan Islam bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Dengan jumlah tak kurang dari 240 ribu pasukan romawi, mereka kewalahan menghadapi pasukan muslimin yang hanya berjumlah 39 ribu orang saja. Puluhan ribu pasukan Romawi –baik yang berasal dari Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani– tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.

Kondisi ini jelas tidak menguntungkan pasukan Romawi walaupun sebenarnya kehebatan pasukan Islam membuat kagum para panglima Romawi dan komandan pasukannya. Termasuk Gregorius Theodorus –orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Maka saat masuk waktu istirahat Gregorius mendatangi Khalid untuk perang tanding. Dia menantang Khalid untuk berduel satu lawan satu. Sekilas tawaran ini dapat mengurangi jatuh korban, namun bisa saja menjadi taktik sekaligus sebagai ‘psy war’ dalam sebuah pertempuran yang malah dapat menganulir kemenangan kaum muslimin.

Theodorus adalah seorang panglima pilihan yang mempunyai hubungan erat dengan pembesar Bani Ghassan, sebuah kerajaan satelit Romawi di Syam (Syiria), oleh karena itu ia fasih berbahasa Arab. Khalid bin Walid tidak melewatkan tantangan itu, dan dengan serta merta menerimanya dengan sikap ksatria.

Dengan disaksikan oleh kedua kubu pasukan yang berseteru dari kejauhan dan di tengah-tengah benturan pedang kedua panglima tersebut. Dalam duel maut itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Luar biasa, rasa ta’jub begitu saja muncul di benak Gregorius, betapa tidak! Tombak bergagang baja itu rontok oleh sabetan pedang Khalid, padahal sepanjang pertempuran yang dipimpinnya tombak itu menjadi tumpuan pertahanan dirinya. Kepiawaian Khalid memainkan pedangkah? Tenaganya yang kuatkah? Atau memang benar pedangnya diturunkan dari langit? Rasa penasaran panglima Romawi ini makin menjadi-jadi. Dia seperti baru menemukan lawan tanding yang setimpal.

Dengan cepat dia ganti mengambil pedang besarnya. Kali yang kedua Gregorius berdecak kagum pasalnya dia merasa Khalid memberinya kesempatan untuk berancang-ancang karena dalam benak dia petarung sekaliber Khalid pastinya akan segera menyudahi duel itu disaat musuhnya lengah. Tetapi ternyata Khalid tidak melibas habis lawannya padahal kesempatan itu ada. Sikap patriot sejati tidak selamanya tercermin dari kegarangan menebas batang leher musuh. Ada kalanya kelembutan mengukir bukti atas sikap ksatria.

Akhirnya kedua paglima itu saling mendekat sampai-sampai kedua kepala kuda mereka saling bertemu. Saat itulah panglima Gregorius menyempatkan diri berdialog dengan Khalid:
“Ya Khalid, coba katakan dengan sebenar-benarnya dan jangan bohongi saya. Apakah benar Allah telah turun kepada Nabi anda dengan membawa pedang dari langit, lalu menyerahkannya kepada anda, sehingga anda memperoleh julukan “Pedang Allah”? Saya tahu setiap anda mencabut pedang itu, maka tidak ada lawan yang tidak tunduk!”

“Semua itu tidak benar!” tukas Khalid dengan singkat seraya tetap mempermainkan pedangnya untuk menangkis serangan pedang panglima Gregorius.

“Lantas mengapa anda dijuluki Pedang Allah?” tanya Gregorius lagi. Dan bagaikan tumbuh saling pengertian, keduanya kemudian menghentikan ayunan pedang. Keduanya tegak berhadapan di tengah laga, masih tetap bersiaga, dan meneruskan dialog.

“Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia mengutus seorang Nabi kepada kami. Semula kami menentangnya dan memusuhinya. Sebagian dari kami beriman dan mengikutinya. Saya termasuk pihak  yang mendustainya dan memusuhinya, tetapi kemudian Allah menurunkan hidayah ke dalam hatiku. Sayapun beriman dan menjadi pengikutnya. Rasulullah SAW berkata kepadaku: ‘Ya Khalid, engkau  adalah sebuah pedang di antara sekian banyak pedang Allah yang terhunus untuk menghadapi kaum musyrikin!’ Ia mendoakan saya supaya tetap menang. Sebab itulah aku dijuluki ‘Pedang Allah’ …” Khalid menuturkan apa adanya.

“Saya menerima keterangan anda itu dan tidak lagi percaya dengan segala legenda tentang diri anda,” ujar Gregorius yang kemudian meneruskan pertanyaannya.

“Di dalam tugas dakwah anda, apa sajakah yang anda sampaikan?”

“Mengakui bahwa tiada yang patut disembah selain Allah, dan mengakui bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan berikrar dalam hati bahwa ajarannya itu datang dari Allah.”

“Jika seseorang tidak bersedia menerimanya?”

“Membayar jizyah, mengakui kepemimpinan Islam, dan setelah itu kami berkewajiban menjamin hak miliknya, jiwanya dan juga kepercayaan, keyakinan, agama yang dianutnya!”

“Jika ia tetap tidak mau menerimanya?”

“Pilihan akhir adalah perang, dan kami siap untuk itu!” jawab Khalid singkat-singkat, jelas dan tegas. Sementara di kedua kubu pasukan yang masih bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi di dalam perang tanding itu, panglima Gregorius meneruskan lagi dialognya,

“Bagaimanakah kedudukan seseorang yang menerima Islam pada pilihan pertama pada hari ini?”

“Kedudukan dan derajat bagi kami hanya satu di antara dua, yaitu apa yang ditetapkan oleh Allah. Mulia atau hina. Tak peduli ia menerima Islam lebih dulu atau belakangan!”

“Jadi, orang yang menerima Islam pada hari ini, ya Khalid, apakah sama kedudukannya dengan yang lain dalam segala hal?”

“Ya, Anda benar!”

“Mengapa bisa sama ya Khalid? Padahal anda sudah lebih dulu Islam dari padanya?”

“Kami memeluk Islam dan mengikat bai’at dengan Rasul Muhammad SAW. Ia hidup bersama kami, dan kami menyaksikan kebesaran dan mu’jizat-mu’jizatnya, hingga beliau wafat. Sedangkan orang yang menerima Islam pada hari ini, tidak pernah berjumpa dengan beliau dan tidak pernah menyaksikan semua itu. Jika orang itu menerima Islam dan menerima kerasulan Muhammad dan pembenarannya itu jujur serta ikhlas, maka sesungguhnya ia jauh lebih mulia dari pada kami!”

“Ya Khalid, keterangan anda sangat benar! Anda tidak menipu, tidak berlebih-lebihan dan tidak membujuk. Demi Allah, saya menerima Islam pada pilihan pertama!”
Seraya menuntaskan dialognya, panglima Gregorius melemparkan perisainya dan menyarungkan pedangnya. 
Ia bersama Khalid kemudian berjalan beriring menuju kubu perkemahan pasukan muslimin. Pasukan Romawi terkejut, mereka menyangka Gregorius telah ditaklukkan dan ditawan oleh Panglima Islam yang masyhur itu, yang kehidupannya nyaris menjadi sebuah legenda. Mereka panik, dan serunai perang pun ditiup guna mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam.

Sementara itu, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Panglima Gregorius bersyahadat dan minta pengajaran Islam di dalam kemah kaum muslimin. Setelah itu ia minta disediakan air bersih untuk  berwudhu. Untuk pertama kalinya ia melaksanakan sendi ajaran Islam yang kedua, shalat dua rakaat!

Setelah selesai mengerjakan shalat, maka Khalid bin Walid bersama dengan Gregorius Teodorus dan kaum Muslimin lainnya meneruskan peperangan sampai matahari terbenam dan di saat itu kaum Muslimin mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar dengan isyarat saja.

Subhanallah! Khalid bin Walid menundukkan Gregorius bukan dengan ketajaman pedangnya, tapi dengan kejujuran dan sikap sportifitasnya. Hal ini sebenarnya pernah berlaku pada diri Khalid sendiri. Khalid adalah lakon penting dibalik ambruknya kaum muslimin di perang Uhud. Berikutnya, bukan hunusan senjata yang membuatnya bertekuk lutut, kelembutan dakwah yang menjadikannya mukmin sejati. Dialah pedang Allah (Saifullah) yang menyiarkan Islam hingga membuka mata dunia. Alhasil, Rasulullah saw tidak membutuhkan kilatan pedang untuk menundukkan orang yang ganas. Cukup menyiraminya dengan kasih sayang. Dan pesona kelembutan sanggup melelehkan hati yang membatu sekalipun.

Sementara di luar kemah, pertempuran mulai berkecamuk. Kedua pihak mengerahkan kekuatan manusia, senjata dan strateginya. Di tengah-tengah sengitnya suara denting pedang dan raungan nafas yang terputus, tiba-tiba majulah dua orang panglima pasukan muslimin. Keduanya berdampingan dan saling bahu membahu. Mereka adalah Khalid bin Walid dan Panglima Gregorius Teodorus yang telah bersyahadat.

Pertempuran berlangsung selama dua hari. Medan laga telah bersimbah darah. Pekikan takbir dan kobaran semangat sambung menyambung tak putus-putusnya, seiring dengan tumbangnya tubuh-tubuh tak bernyawa ke permukaan bumi. Pasukan Romawi pada hari itu merasakan pedihnya sebuah kekalahan. Tentaranya kocar-kacir dan meninggalkan 50.000 jasad pasukan mereka yang bergelimpangan di medan laga. Di tengah rasa syukur kemenangan, kaum muslimin juga harus membayar mahal dengan merelakan 3000 orang syahidnya.

Pasukan Romawi mengalami kekalahan telak di tangan kaum muslimin. Mereka kehilangan 50.000 tentaranya. Pasukan Romawi kocar kacir, mereka mencari perlindungan di Damascus, Antokiah dan Caesarea serta ada juga yang turut serta dengan Kaisar Heraklius ke Constantinople. Pertempuran sehari itu meninggalkan cacatan hitam dalam sejarah perang Romawi yang sukar dipadamkan dalam sejarah. Mereka kalah telak dari pejuang yang kecil bilangannya dengan peralatan perang yang jauh ketinggalan dibanding mereka.

Dalam pertempuran itu, Gregorius yang telah bergabung dengan barisan kaum Muslimin itu terbunuh, dan dia hanya baru mengerjakan shalat dua rakaat bersama dengan Khalid bin Walid. Walaupun demikian, ia telah menyatakan keIslamannya dan berjanji untuk tidak akan kembali lagi kepada agama lamanya.

Di sebuah lembah berbatu, panglima Khalid bin Walid tertunduk sedih, haru dan sekaligus bangga. Di hadapannya terbujur jasad asy-syahid Gregorius Teodorus dengan puluhan luka di sekujur tubuhnya. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.

Gregorius telah syahid. Panggilan fitrah telah membimbingnya kepada Islam. Kepada iman yang benar. Gregorius tak membutuhkan diskusi yang bertele-tele dan melelahkan untuk menerima Islam. Keberanian, kejujuran, sportifitasnya dan kehebatan strategi perang Khalid telah membawanya kepada pintu gerbang hidayah Islam.

Mantan panglima Romawi ini menjadi saksi atas agama mulia ini yang akan berkembang pesat justru berkat perilaku santun pemeluknya yang lekas menarik simpati berupa untaian indah akhlak dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Terbukti bahkan dalam peperangan, etika sosial sangat dijaga. Harkat kemanusiaan tetap terpelihara dalam bingkai kasih sayang. Tidak merusak fasilitas umum, tidak menggangu wanita, orang tua dan anak-anak, dilarangnya menebang tanaman, tidak membunuh lawan yang sudah menyerah dan berbagai perilaku indah lainnya, sehingga musuh pun terpikat seraya berseru, “Betapa indah ajaran ini!”

Dan tentunya keindahan persaudaraan dalam Islam dirasakannya seperti ikan yang mendapatkan airnya kembali. Begitupun pertemanannya dengan Khalid walau terbilang singkat tapi dirasakannya begitu akrab.

Sejarah mencatat bahwa Gregorius Teodorus adalah seorang muslim yang sepanjang hayatnya dapat merasakan manisnya iman dan jihad sekaligus yaitu saat detik-detik dua kalimat syahadat diikrarkan. Dan seperti mendapat pasokan energi yang besar, Gregorius langsung berbalik memerangi pasukannya sendiri dengan semangat jihad.

diambil dari sini

Shalahuddin al Ayyubi - Ksatria Padang Pasir

Kesatria Padang Pasir Salahuddin al Ayubi


Ada dua kesan yang menyebabkan Salahuddin dipandang sebagai kesatria sejati, baik oleh kawan maupun lawan. Pertama adalah soal kepiawaiannya dalam taktik pertempuran. Kedua tentang kesalehan dan kemurah hatiannya.

Salahuddin al AyubiBulan Juli 1192, sepasukan muslim menggerebek 12 tenda prajurit kristen, termasuk tenda kerajaan Raja Richard I, di luar benteng kota Jaffa. Richard yang terusik segera bangun dan bersiap bertempur. Pasukannya kalah jumlah, 1:4. Tak peduli, Richard berjalan kaki mengikuti pasukannya menyongsong musuh.

Salahuddin yang melihatnya, berguman dengan tenang pada saudaranya, al-Malik al-Adil, “Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah, ambil dua kuda Arab ini dan berikan padanya. Katakan padanya, aku yang mengirimkan untuknya. Seorang laki-laki sehebat dia tidak seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki.”

Fragmen di atas dicatat sejarawan kristen dan muslim sebagai salah satu pencapaian tertinggi Salahuddin Al Ayubi sebagai seorang ksatria. Walau berada di atas angin, dia tetap menginginkan pertempuran yang adil bagi setup musuhnya.

Suriah-Mesir

Salahuddin dalam lukisan kepingan uang Dirham
Salahuddin dalam lukisan kepingan uang Dirham
Salahuddin lahir di sebuah kastil di Takreet, tepi Sungai Tigris di Irak pada tahun 1137 Masehi atau 532 Hijriyah. Name aslinya adalah Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya, Najm ad-Din masih keturunan Kurdi dan menjadi pengelola kastil tersebut bersama adiknya, Shirkuh.

Pada saat menjelang kelahirannya, terjadi peristiwa sedih dalam keluarga besarnya. Shirkuh bertengkar dan kemudian membunuh komandan gerbang kastil yang bernama Isfahsalar. Shirkuh mendapat laporan dari seorang wanita yang telah dilecehkan sfahsalar. Akibat peristiwa tersebut, keluarga besar Najm ad-Din diusir.

Mereka kemudian bertolak ke Mosul. Di Mosul, mereka bertemu dan membantu Zangi, seorang pemimpin Arab yang mencoba menyatukan wilayah Islam yang tercerai-berai dalam beberapa wilayah kerajaan kecil seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yerusalem dan Damaskus. Zangi yang beraliran Sunni berhasil menjadi penguasa di seluruh Suriah dan bersiap menghadapi serbuan Tentara Salib dari Eropa yang saat itu sudah mulai memasuki tanah Palestina.


KHARISMA - Walaupun     menjadi lawan, orang Eropa mengakui Salahuddin sebagai Sultan yang sangat berkuasa. Dalam gambar yang dibuat pelukis Eropa, tampak Salahuddin menggenggam bola dunia. Lambang bahwa Salahuddin sangat berkuasa
Zangi meninggal tahun 1146 setelah menundukkan Edessa, sebuah propinsi pendukung Eropa, dan kemudian digantikan oleh Nuruddin. Di bawah bimbingan Zangi dan Nuruddin, pelan-pelan Salahuddin yang bertubuh kecil, rendah hati, santun, penuh belas kasih namun juga cerdas ini menemukan jalan hidupnya.
Pada tahun 1163, Nuruddin mengutus Shirkuh untuk menundukkan Mesir yang dipimpin kekhalifahan Fatimah yang beraIiran Syi’ah. Setelah mencoba kelima kalinya, Shirkuh berhasil menundukkan Mesir tanggal 8 Januari 1189. Namun dua bulan kemudian, dia meninggal secara mendadak dan diperkirakan diracun.

Nuruddin kemudian mengangkat Salahuddin menggantikan Shirkuh. Salahuddin dianggap masih sebagai bocah yang lembek dan lemah sehingga mudah dikontrol. Nurruddin tentu tidak mempunyai pesaing kuat yang mempunyai kekuasaan besar di Kairo. Namun prediksi Nuruddin ternyata salah.

Salahuddin segera mengorganisir pasukan dengan mengembangkan perekonomian untuk menghadapi serbuan balatentara Salib yang ingin merebut Mesir. Dalam kurun waktu 1169 hingga 1174 itu, Mesir di bawah pimpinan Salahuddin menjelma menjadi kerajaan yang kuat. Serbuan tentara Salib berkali-kali dapat dipatahkan. Namun kegemilangan Salahuddin malah membuat Nuruddin khawatir. Hubungan keduanya memburuk dan pada tahun 1174 itu Nuruddin mengirim pasukan untuk menundukkan Mesir.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Saat armadanya tengah dalam perjalanan, Nuruddin meninggal dunia pada ranggal 15 Mei. Kekuasaan diserahkan pada putranya yang barn berusia 11 tahun. Pertempuran urung terjadi. Bahkan Salahuddin berangkat menuju Damaskus untuk menyampaikan belasungkawa. Kedatangannya dielu-elukan dan diharapkan mau merebut kekuasaan. Namun Salahuddin yang santun malah berniat menyerahkan kekuasaan pada raja yang masih belia namun sah.

Ketika raja belia tersebut tiba-tiba juga sakit dan meninggal dunia, mau tak mau Salahuddin diangkat menjadi Sultan bagi kekhalifahan Suriah dan Mesir, pada tahun 1175.

Hattin


Pada waktu Salahuddin berkuasa, Perang Salib telah memasuki fase kedua. Walaupun tentara Salib berhasil menguasai kola suci Yerusalem (Perang Salib fase pertama), namun mereka tidak berhasil menaklukkan Damaskus dan Kairo. Bahkan Zangi berhasil membebaskan Edessa yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Eropa. Kekuatan Muslim sedang menuju (alan kemenangan, menurut sejarawan Arab.
Dengan menguasai Mesir dan Suriah, Palestine. Ketika dinobatkan menjadi Sultan, Salahuddin berujar, ” Saat Tuhan memberiku Mesir, aku yakin Dia juga akan memberiku Palestina! Namun seat itu antara Salahuddin dan Raja Yerusalem, Guy de Lusignan mengadakan gencatan senjata.

Fase ketiga Perang Salib dipicu penyerangan rombongan peziarah dari Kairo yang hendak menuju Damaskus oleh Reginald de Chattillon, penguasa kastil di Kerak yang juga merupakan bagian dari kerajaan Yerusalem. Kafilah yang hendak menunaikan haji ini juga membawa saudara perempuan Salahuddin. Pengawal kafilah dibantai dan anggota rombongan ditahan, termasuk saudara perempuan Salahuddin. Dengan demikian, gencatan senjata berakhir dan Salahuddin sangat murka.

Pada Maret 1187, setelah bulan suci Ramadhan, Salahuddin menyerukan Jihad. Pasukan muslim mulai bergerak, menaklukkan satu persatu benteng-benteng pasukan kristen. Puncak kegemilangan Salahuddin terjadi pada pertempuran di kawasan Hattin.

Tangga13 Juli yang kering, 25.000 tentara muslim mengepung tentara kristen yang berjumlah sedikit lebih besar, di daerah pegunungan Hattin yang menyerupai tanduk. Pasukan muslim terdiri dari 12.000 kavaleri dan sisanya infanteri. Kavaleri mereka yang merupakan pasukan utama, menunggang kuda Yaman yang gesit. Mereka juga menggunakan pakaian katun ringan yang disebut kazaghand, untuk meminimalisir pangs terik padang pasir. Mereka terorganisir dengan baik, karena menggunakan bahasa yang same yaitu bahasa Arab. Dengan dibagi dalam skadron-skadron kecil, mereka menggunakan taktik hit and run.

Sementara pasukan kristen dibagi dalam tiga bagian. Bagian depan pasukan terdiri dari ordo (kristen) Hospitaler yang dipimpin Raymond dari Tripoli. Bagian tengah terdiri dari batalion kerajaan yang dipimpin oleh Raja Guy de Lusignan yang membawa Salib Sejati sebagai jimat pasukan. Bagian belakang terdiri dari ordo (kristen) Templar yang dipimpin oleh Balian dari Ibelin. Namun bahasanya bercampur antara lnggris, Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Seperti lazimnya tentara dari Eropa, mereka semua mengenakan baju zirah besi.

Salahuddin memanfaatkan celah-celah ini. Malam harinya, pasukannya membakar rumpus kering di sekelilingpasukan kristen yang sudah sangat kepanasan dan kehabisan air. Keesokan harinya, Salahuddin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavaleri. Gunanya untuk membabat habis kuda-kuda tunggangan musuh. Tanga kuda dan payah karena kepanasan, pasukan kristen tampak menyedihkan.

Akibatnya sungguh mengenaskan bagi pasukan kristen. Hampir semua pasukan terbunuh. Raymond dari Tripoli dan Balian dari Ibelin berhasil lolos. Namun Raja Guy dan Reginald de Chatillon berhasil ditangkap. Jimat Salib Suci berhasil direbut pasukan muslim dan dibawa ke Damaskus sebagai barang rampasan. Terhadap semua tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan dibebaskan atau menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung dipancung. Namun pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin memberi alasan, “Sesama raja tidak boleh saling membunuh!” Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.

Yerusalem

 




MAKAM SEDERHANA -Sehagai pemimpin besar, Salahuddin terkenal amat sederhana. Saat wafat, ia hanya meninggalkan harta 66 Dirham Nasirian. Makamnya di Damaskus terlihat sederhana
MAKAM SEDERHANA -Sehagai pemimpin besar, Salahuddin terkenal amat sederhana. Saat wafat, ia hanya meninggalkan harta 66 Dirham Nasirian. Makamnya di Damaskus terlihat sederhana 
Dari Hattin, Salahuddin bergerak membebaskan kota-kota Acre, Beirut dan Sidon di Utara. Dia juga bergerak membebaskan Jaffa, Caesarea, Arsuf hingga Ascalon di Selatan. Sekarang saatnya membebaskan kota impian, kota suci Yerusalem. Dalam membebaskan kota-kota tersebut, Salahuddin senantiasa mengedepankan jalan diplomasi, yaitupenyerahan kota secara sukarela, laripada pasukannya menyerbu kota.
 
Pasukan Salahuddin mulai mengepung Yerusalem pads tanggal 26 September. Saat itu pasukan kristen di kota suci dipimpin oleh Balian dari Obelin dan mempertahankan kota dengan gigih. Namun pada tanggal 30 September, Salahuddin menerima tawaran perdamaian Balian. Yerusalem diserahkan dan orang kristen dibebaskan dengan tebusan tertentu. (Fragmen ini pernah di filmkan Hollywood dengan judul Kingdom of Heaven)

Salahuddin menunda masuk ke kota suci selama dua hari, menunggu hingga tanggal 2 Oktober 1187 ataubertepatan dengan tanggal 27 Rajah 583 H. Tanggal itu merupakan tanggal saat Nabi Muhammad SAW melakukan mikraj (perjalanan menembus langit untuk bertemu Allah SWT) dari Masjid al-Aqsa yang terdapat di Yerusalem.

Di kota ini, Salahuddin lagi-lagi menampilkan sikap yang adil dan bijaksana. Masjid al-Aqsa dan Kubah Batu (Dome of Rock) yang sempat dijadikan markas Ordo Templar dan gereja kristen, segera dibersihkan. Namun demikian, Gereja Makam Suci tetap dibuka dan ia tetap mempersilahkan umat kristen untuk melakukan ibadah dan aktifitas di situ. Demikian juga – kaum Yahudi tetap dipersilahkan beribadah dan melakukan aktifitas sewajarnya. Kebijakan ini sempat menerima tentangan dari pendukung-pendukungnya. Namun Salahuddin berujar, “Muslim yang bails harus memuliakan tempat ibadah agama lain!”
Kompleks pemakamannya terletak di sebuah masjid Ummayad di sebelah Utara masjid Agung Damaskus
Kompleks pemakamannya terletak di sebuah masjid Ummayad di sebelah Utara masjid Agung Damaskus

Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di masjid kecil bernama Al-Khanagah di Via (jalan Do-lorossa, dekat Gereja Makam Suci. Kantornya terdiri dari dua ruangan berpene¬rangan minim yang luasnya nyaris talc mampu menampung 6 orang yang duduk berkeliling. Salahuddin sangat menghindari korupsi yang wring menghinggapi pars raja pemenang perang.

Setelah Salahuddin kembali menguasai Yerusalem, maka kota suci dari tiga agama (Yahudi, Kristen dan Islam) ini tidak berpindah tangan dari penguasa muslim hingga abed ke-20, Setelah Perang Dunia I, ketika daerah Palestina dikuasai Inggris dan akhirnya diserahkan pada kaum Yahudi untuk dibentuk negara Israel.
Salahuddin juga berhasil mempertahankan Yerusalem dari serbuan prajurit kristen pimpinan RichardSi Hati Singa“. Richard mengepung Yerusalem dua kali, yaitu bulan Desember 1191 dan bulan Juni 1192. Namun Salahuddin mampu membuat Richard frustasi dan akhirnya kembali ke Eropa tanpa pernah menyentuh tanah Yerusalem.

Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya sempat terperangah karena ternyata Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima alim tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.

Peta Emperium Kekuasaan Salahuddin
Peta Emperium Kekuasaan Salahuddin

Shalahuddin al Ayyubi

Shalahuddin Al-Ayyubi sebenarnya hanya nama julukan dari Yusuf bin Najmuddin. Shalahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau sendiri dilahirkan pada tahun 532 H/ 1138 M di Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq.

Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan. Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, penguasa Suriah waktu itu. Karenan memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib (crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran.

Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat. Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun strateginya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman tentara Salib.

Shalahuddin terkenal sebagai penguasayang menunaikan kebenaran—bahkan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Tepat pada bulan September 1174, Shalahuddin menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh pada Khalifah Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belom cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, sesudah kematian Sultan Nuruddin, Shalahuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia. Satu persatu wilayah penting berhasil dikuasinya: Damaskus (pada tahun 1174), Aleppo atau Halb (1138) dan Mosul (1186).

Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada tahun 636 M, orang-orang Islam, Yahudi dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina. Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di kota suci tersebut.

Perang Salib

Namun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih 460 tahun itu kemudian porak-poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh seorang patriarch bernama Ermite. Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib Pertama. Kota suci ini berhasil mereka rebut pada tahun 1099. Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab, sebagaimana mereka akui sendiri: “In Solomon’s Porch and in his temple, our men rode in the blood of the Saracens up to the knees of their horses.

Menyadari betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi ummat Islam dan mendengar kezaliman orang-orang Kristen di sana, maka pada tahun 1187 Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib ke-2. Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 July 1187. Dua bulan kemudian (Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.

Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ke-3), dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard ‘the Lion Heart’.

Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua-belah pihak. Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam; namun demikian kedua-belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya. Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini.



Parcel untuk Musuh

Banyak kisah-kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap ksatria dan kemuliaan hatinya. Di tengah suasana perang, ia berkali-kali mengirimkan es dan buah-buahan untuk Raja Richard yang saat itu jatuh sakit.

Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo, ia bukan hanya membangun masjid dan benteng, tapi juga sekolah, rumah-sakit dan bahkan gereja.

Shalahuddin juga dikenal sebagai orang yang saleh dan wara‘. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu dan gemar salat berjamaah. Bahkan ketika sakit keras pun ia tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya supaya berbuka. “Aku tidak tahu bila ajal akan menemuiku,” katanya.

Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidka nepotis atau pilih kasih. Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan.

Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berdasar sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya.


Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang: “Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.”

sumber: www.eramuslim.com

Sabtu, Agustus 20, 2011

Khalid bin Walid

“Orang seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin.” Demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.
 
Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, “Oh, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu”.
Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani di mata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.

Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-’an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Latihan Pertama

Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Thaif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.

Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang di mata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.

Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran. Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam.

Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu tanah genting, di mana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.

Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam di pusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.

Hanya pahlawan Khalid lah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemauan-Nya. 

http://www.kisah.web.id/tokoh-islam/khalid-bin-walid.html